TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Sejumlah petugas menemukan sebuah dompet yang diduga milik pekerja seks komersial (PSK) saat mengosongkan isi kamar-kamar yang dijadikan praktik prostitusi di bawah jembatan Jalan By Pass Ngurah Rai, Kesiman Kertalangu, Denpasar Timur, Bali.
Dompet berbau amis berwarna hitam itu didapatkan di bawah kasur.
Begitu dibuka, terlihat sebuah benda yang disebut-sebut jimat penglaris.
"Ini nih senjata mereka. Ini namanya penglaris. Ini yang buat lelaki ketagihan ke sini. Sekali kena bisa buduh (gila)," ucap seorang petugas lapangan dari DKP Kota Denpasar, yang turut membantu membongkar lokalisasi itu.
Sementara itu, sejumlah warga yang menyaksikan pembongkaran itu dengan agak malu-malu mengaku dirinya memang sempat ketagihan datang ke tempat satu ini.
Selain menemukan jimat penglaris, saat pembongkaran juga terlihat bungkus alat kontrasepsi berserakan di sekitar lokasi tersebut.
Menurut seorang penghuninya, lokalisasi ini dikelola oleh perempuan yang bernama Emi.
Kemarin, Emi tidak datang pada waktu pembongkaran.
Namun, anak Emi yang sempat menyaksikan pembongkaran itu tampak meneteskan air matanya.
Ia seakan tidak terima bisnis keluarganya diobrak-abrik oleh petugas.
Saat diwaancara, perempuan berusia sekitar 30-an tahun ini mengakui bisnis itu adalah prostitusi.
"Iya. Yang datang campuran, ada anak muda, ada orang tua. Ah, jangan nanya-nanya lagi!" ujar perempuan yang mengaku bernama Meyling itu kepada Tribun Bali (Tribunnews.com Network).
Kawasan ini rupanya sudah menjadi lokalisasi sejak lebih dari enam tahun silam.
Awalnya, pemilik tanah pesimistis lahan seluas 15 are miliknya laku disewakan mengingat lokasinya yang kurang strategis.
Karena itu, ia hanya mengontrakkannya Rp 500 ribu per are untuk setahun.
"Murah saya sewakan ini. Dulu pada tahun 2010 cuma Rp 500 ribu. Karena kan tahu sendiri kawasan ini bagaimana," kata Wayan Reja, pria yang mengaku sebagai pemilik tanah di lahan seluas total 15 are itu.
Setelah bisnis prostitusi ini ramai dikunjungi, pihak pengontrak akhirnya memperpanjang masa kontraknya.
Bahkan mereka sanggup menyewa dengan harga 400 persen lebih mahal atau Rp 3,5 juta per are selama satu tahun.
"Ceritanya dulu ini katanya akan dijadikan kos-kosan. Tapi ternyata tempat beginian, tapi saya serahkan tanggung jawab itu kepada mereka," tandas Reja.
Dari 15 are lahan miliknya, yang disewakan hanya empat are.
"Tapi kawasan lainnya juga dipakai sama mereka," imbuh Reja.