Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SEKADAU- Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Kabupaten Sekadau, Slamet mengungkapkan, ada sejumlah desa yang berada di empat kecamatan di Kabupaten Sekadau termasuk dalam wilayah endemis penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Sementara tiga kecamatan lain, masuk dalam kategori daerah potensial penyakit DBD.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sekadau mencatat, sejak Januari hingga 23 November 2016 telah terdeteksi sebanyak 87 kasus DBD.
Jika dirincikan berdasarkan kelompok usia, penyakit DBD cukup banyak menyerang anak usia 5 hingga 15 tahun dengan angka sebanyak 42 orang.
Sementara Puskesmas yang banyak menangani kasus DBD, yakni Puskesmas Sekadau dengan angka sebanyak 44 kasus.
“Daerah endemis itu seperti di Kecamatan Sekadau Hilir, yaitu di Desa Mungguk, Sungai Ringin dan Desa Tanjung."
"Kalau di Kecamatan Sekadau Hulu itu di Desa Rawak Hilir dan Rawak Hulu. Kemudian Desa Nanga Taman di Kecamatan Nanga Taman. Dan Kecamatan Belitang Hilir itu di Desa Sungai Ayak I,” ungkapnya disela-sela Lokakarya Mini Lintas Sektoral Puskesmas Sekadau tahun 2016 di Asrama Putri Santa Maria Goreti, Jalan Merdeka Selatan, Sekadau, Selasa (29/11/2016).
Slamet menjelaskan, ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab penularan penyakit DBD.
Satu di antaranya disebabkan oleh tingginya mobilitas penduduk. Sementara di Kecamatan Sekadau Hilir, mobilitas penduduknya cukup tinggi.
“Sedangkan di kabupaten lain, seperti di Sanggau, Pontianak, Sintang termasuk wilayah endemis DBD. Mungkin karena mobilitas penduduk yang tinggi ke Pontianak, Sanggau, Sintang makanya akan mudah terjadi proses penularan,” jelasnya.
Selain disebabkan tingginya mobilitas penduduk, menurut Slamet juga dapat disebabkan faktor kondisi lingkungan yang kumuh, dan masih banyak tempat-tempat potensial untuk berkembangbiaknya nyamuk.
"Masih banyaknya genangan air, kemudian masih banyaknya barang-barang bekas atau kaleng-kaleng yang bisa menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk," terangnya.
Slamet menegaskan, untuk menekan penularan dan kasus penyakit DBD. Pihaknya bersama Puskesmas secara rutin memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya penyakit DBD, yang kemudian diiringi gerakan abatesasi, dengan pemantauan jentik berkala.
“Untuk mengantisipasi peningkatan kasus ini, saat ini kami sedang melakukan fogging, terutama di daerah yang endemis DBD tersebut,l tegasnya.
Selain itu, pihaknya juga gencar mensosialisasikan kepada masyarakat, tentang pentingnya peran serta masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan.
“Misalnya dengan melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk, melalui 3M plus, yakni menutup, menguras dan mengubur barang bekas serta menaburkan abate."
"Jadi, berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan dan Puskesmas, untuk menanggulangi DBD, tidak akan efektif tanpa ada peran serta dari seluruh lapisan masyarakat,” sambungnya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sekadau tahun 2016. Jumlah kasus DBD hampir merata di setiap Puskesmas dengan jumlah total 87 kasus, dengan rincian di Puskesmas Sekadau tercatat sebanyak 44 kasus.
Puskesmas Rawak 4 kasus, Puskesmas Selalong 2 kasus, Puskesmas Nanga Taman 5 kasus.
Puskesmas Nanga Mahap tidak ditemukan kasus, Puskesmas Simpang Empat 3 kasus, Puskesmas SP III Trans 1 kasus, Puskesmas Tapang Perodah 4 kasus, Puskesmas Sei Ayak 16 kasus, Puskesmas Nanga Belitang 8 kasus, Puskesmas Balai Sepuak dan di Puskesmas Sebetung tidak ditemukan kasus.
Kemudian berdasarkan kasus perbulan sepanjang tahun 2016, pada Januari terdapat 30 kasus, Februari 9 kasus, Maret 4 kasus, April 6 kasus, Mei 2 kasus, Juni 2 kasus, Juli tidak ditemukan kasus, Agustus 1 kasus, September 1 kasus, Oktober 13 kasus, November 19 kasus.
Jika diuraikan berdasarkan kelompok usia, terdapat 21 kasus pada penderita berusia kurang dari lima tahun.
Kemudian pada penderita usia 5 hingga 15 tahun sebanyak 42 kasus, serta untuk usia lebih dari 15 tahun terdapat sejumlah 24 kasus.