Laporan Wartawan Dede Rosadi
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Mengenakan topi caping dari anyaman bambu, perempuan bertubuh bongsor itu duduk di ujung perahu dengan kaki berjuntai ke air.
Sekuat tenaga kedua tangannya mendayung sampan menggunakan bilahan kayu.
Sesekali ia menceburkan diri ke kubangan air mengatur perahu dan gerakannya gesit tak terhalang perawakannya yang melar.
Hanya butuh waktu 15 menit, perahu tergandeng menjadi satu dengan beberapa bilah papan di atasnya.
Hari itu di atas perahu yang nahkodai wanita bernama Nurlela ini memuat dua unit sepeda motor dan empat pria dewasa.
Perahu itu melewati genangan banjir di jalan Singkil-Rantau Gedang, Aceh Singkil sejauh 200 meter.
Nurlela, perempuan empat anak itu sudah tiga bulan membantu menyeberangkan warga yang keluar masuk Rantau Gedang, sejak banjir merendam wilayah itu Oktober lalu.
“Sudah tiga bulan sejak banjir sampai sekarang,” katanya saat ditemui Serambi belum lama ini.
Banjir yang menggenangi rumah Nurlela dan penduduk Kecamatan Singkil, telah surut. Namun tidak dengan jalan menuju Rantau Gedang dan Teluk Rumbia, yang berada di pinggir sungai Singkil.
Sehingga banyak warga yang membutuhkan pertolongan sampan yang didayung perempuan berusia 35 tahun tersebut jika keluar masuk Desa terisolir itu.
Nurlela tidak mengenakan tarif khusus kepada penumpang yang naik bungki (perahu). Dia menerima berapa saja uang yang diberikan warga sebagai balas jasa atas cucuran keringatnya mendayung sampan. “Terserah mau ngasih berapa. Sepuluh ribu pun jadi,” ujarnya.
Walau bekerja banting tulang, istri dari Fahrul ini, tidak melupakan kodratnya sebagai perempuan. Sebelum mendayung sampan, terlebih dahulu ia mengurus pekerjaan rumah tangga. Seperti memasak, merapikan rumah serta mencuci. Ketika mendayung Nurlela melindungi bagian mukanya agar tidak terkena paparan sinar matahari, menggunakan bedak beras (sun block). Ia pun mengenakan baju lengan panjang serta kain sarung sebagai pengganti rok.
Menurutnya aktifitas menyeberangkan warga menggunakan bungki hanya mengisi waktu luang. Sebab jika diukur dari penghasilan tidaklah seberapa.
“Untuk bantu penghasilan suami saja,” kata Nurlela sambil tersenyum ketika ditanya motivasinya melakoni perkerjaan tersebut.
Bukan hanya Nurlela, perempuan tangguh yang ahli mendayung sampan di Rantau Gedang dan Teluk Rumbia.
Kaum hawa di kawasan itu rata-rata ahli mendayung bungki.
Kebanyakan mereka mencari kayu bakar sendirian berbekal sebilah parang di atas perahu. Jalan Singkil-Rantau Gedang memiliki panjang 5,5 kilometer.
Setidaknya ada tiga titik yang terendam banjir dengan kedalaman sekitar satu meter. Titik terdalam banjir sepanjang 200 meter tepat di depan rumah Nurlela di Rantau Gedang.
Akibat terendam banjir, talut jalan tersebut ambruk sepanjang 25 meter.
Warga menyesalkan talut yang dibangun tahun 2016 tidak kokoh.
Begitu juga dengan timbunan badan jalan rendah sehingga terus terendam banjir, padahal di pemukiman sudah surut.
“Pembangunannya asal-asalan makanya talut ambruk, serta penimbunan rendah. Kami berharap segera diperbaiki,” kata Pukak Dragon warga setempat. Jika jalan tak lagi terendam banjir, maka Nurlela pun bisa lebih banyak beristirahat membantu menyeberangkan warga yang keluar masuk perkampungannya.