Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Budi Rahmat
TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Sedikit demi sedikit terungkap cerita kelam dari dalam Panti Asuhan Tunas Bangsa, Jalan Lintas Timur Kilometer 13, Tenayan Raya, Pekanbaru.
Beredar cerita keganjilan panti asuhan tempat Zikli, balita 18 bulan yang tewas beberapa hari lalu, keluar dari mulut sejumlah warga yang berhasil dihimpun Tribunpekanbaru.com.
Ketua RT 03, Herman, mengungkapkan selama ini kondisi panti asuhan tersebut memprihatinkan, satu di antaranya lingkungan sebagai tumbuh kembang anak tak terawat.
Ini menjadi alasan kuat tak ada satu pun warga dari RW di lokasi tersebut yang menitipkan anaknya di panti tersebut.
Baca: Misteri Yayasan Tunas Bangsa, Tulang Belulang Hingga Temuan Tengkorak
Baca: Pesan Kematian untuk Bandar Narkoba dari Kamar Mayat RS Bhayangkara Lampung
Baca: 4.500 Butir Ekstasi Bawaan Bandar Narkoba Asal Aceh Diambil dari Jakarta
Baca: Kalah Adu Tembak di Jalan Lintas Sumatera, Dua Bandar Narkoba Tewas
Baca: Pembunuhan Sadis Mantri Kesehatan Dilatari Cinta Sejenis Tak Sampai
Baca: Sepatu Jadi Petunjuk Terungkapnya Pembunuhan Mantri Pecinta Sesama Jenis
"Halamannya yang penuh rumput-rumput baru saja dipangkas. Kemudian warga pasang lampu agar lebih terang," ujar Herman kepada Tribunpekanbaru.com pada Kamis (26/1/2017).
Menurut dia sejak 2003 tinggal tak jauh dari Panti Asuhan Tunas Bangsa, Herman tidak pernah melihat anak-anak yang dirawat di sana tumbuh sebagai remaja.
"Kok saya lihat anak-anak yang ada di sana kecil-kecil saja. Entah ke mana anak-anak yang sebelumnya. Harusnya kan sudah nampak, sudah ABG," Herman membagikan keheranannya.
Pendataaan penduduk dari panti asuhan tersebut juga tidak kunjung ada. Secara administrasi soal domisili pemiliknya sampai sekarang Herman tidak dapatkan.
"Saya sudah minta tapi selalu diulur-ulur," aku dia.
Kondisi panti asuhan gelap gulita jika malam, tanpa penerangan. "Untung saja ada lampu yang dipasang di depan pintu masuk. Jika malam semua lampu dimatikan jadi gelap gulita," cerita dia.
Dari informasi warga sekitar Herman pernah mendengar anak yang menangis namun dibiarkan begitu saja.
Bisa jadi kondisi serupa dialami Zikli yang sedang sakit tapi dibiarkan merengek. Kemungkinan lainnya Zikli jadi korban tindak kekerasan seperti dilaporkan Dwiyatmoko, paman korban.
Sampai sekarang polisi masih melakukan penyelidikan terhadap tewasnya Zikli di panti asuhan tersebut.
Menyoal sejumlah cerita janggal keberadaan anak-anak seperti yang diceritakan Herman, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Riau, Esther Yuliani, akan berkoordinasi dengan instansi terkait.
"Banyak fakta yang menjadi sorotan dari Panti Asuhan Tunas Bangsa. Kita juga akan pastikan persoalan perizinan rumah asuh tersebut," terang Esther pada Jumat (27/1/2017).
Kondisi Jorok
Dalam laporannya ke Polresta Pekanbaru, Dwiyatmoko mengatakan ada keganjilan dari kematian keponakannya tersebut.
Hasil pemeriksaan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, ada bekas luka hampir di sekujur tubuh Zikli di antaranya di kemaluan, telinga, punggung, bibir, tangan dan kaki.
Informasi berbeda didapat Dwiyatmoko dari pihak Panti Asuhan Tunas Bangsa yang memastikan Zikli meninggal pada Senin (16/1/2017) karena demam tinggi.
Hasil penelusuran Tribunpekanbaru.com bersama Ketua LPA Riau Esther Yuliani dan Kepala Bidang Perlindungan Anak, Nanda Pratama, menemukan tak ada anak-anak di Panti Asuhan Tunas Bangsa.
Lokasi tersebut hanya dijadikan tempat penyimpanan berbagai sembako dan beberapa kain. Barang-barang tersebut tidak tersusun rapi alias berantakan.
Esther sampai geleng-geleng kepala melihat kondisi tersebut. Tribunpekanbaru.com sempat menanyakan keberadaan anak-anak panti asuhan kepada pengurusnya.
Informasi yang disampaikan warga, panti asuhan tersebut memiliki dua tempat lainnya. Satu bangunan berlokasi di Lintas Timur Kilometer 20 serta satu sisanya di Jalan Singgalang V, Pekanbaru.
Rombongan memilih menuju ke Jalan Singgalang V. Setelah sempat bertanya kepada warga sekitar, ada bangunan dengan pelang Panti asuhan Tunas Bangsa.
Dari luar saja menengok ke dalam halaman panti penuh dengan ilalang dan semak belukar. Di depan pagar terikat seekor kambing, tapi di sana terparkir dua mobil dan dua sepeda motor.
Masuk ke dalam, barulah tampak kondisi panti asuhan tersebut. Seorang pria memperkenalkan namanya Idang datang menyambut rombongan.
Ia tampak mengasuh dua anak laki-laki yang diperkirakan berusia dua tahun. Sudah sepuluh tahun Idang bekerja sebagai pengasuh di panti tersebut.
Raut mukanya mendadak gelisah menyusul rombongan yang masuk ke dalam untuk memantau. Ia risih melihat Esther sempat mengambil beberapa gambar kondisi dan barang-barang di sana.
Saat menanyakan kamar anak-anak, Idang mengaku kondisinya berserakan dengan harapan rombongan tak sampai masuk menengok.
Esther mengatakan ingin memastikan kelayakan panti asuhan untuk dilaporkan ke Dinas Sosial. Tribunpekanbaru.com sempat menelusuri setiap ruangan.
Dapur, toilet sampai kamar bermain dan kamar tidur berantakan. Pakaian bertumpuk-tumpuk tak tersusun di beberapa sudut.
Masuk ke dapur terlihat bahan-bahan seperti tahu, cabai dan bawang yang diletakkan begitu saja di lantai.
Kondisi kamar mandi paling parah karena tidak dibersihkan.
Di bagian lainnya puluhan pakaian anak-anak dijemur seadanya. Idang mengaku akan segera membersihkannya.
"Ya, kalau diberi arahan saya akan bersihkan. Saya akan tata lagi," kata dia mencoba menutupi kesalahannya.
Di tempat lain beberapa makanan kecil yang menurut Idang bantuan dari masyarakat, tampak ditumpuk-tumpuk. Makanan seperti roti dicampur satu tempat dengan sabun mandi dalam satu plastik.
Di kardus lain ada teh yang sudah tampak digigit bintang pengerat dan sisinya berserakan. Sedangkan di atas sebuah meja panjang dialasi karpet lusuh dua piring nasi bercampur mi dibiarkan begitu saja.
Tampaknya makanan tersebut baru saja dilahap kedua anak tadi. Lalat dengan mudahnya hinggap dan bermain-main di atas makanan.