TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan dalam persidangan terdakwa Suap Proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Amran HI Mustari.
Rudi Erawan kini telah tiba di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk memberikan kesaksian mengenai kasus tersebut. Bupati Halmera Timur Rudi Erawan dihadirkan untuk mengkonfrontir dengan terdakwa Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary.
Rudi Erawan disebut menerima uang senilai Rp 6,1 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir yang diserahkan Imran S Djumadil, kepercayaan Amran.
"Nanti konfrontasi Amran, terdakwa sama Pak Rudinya," kata JPU Iskandar Marwanto di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (23/1/2017).
Berdasarkan fakta persidangan, Rudi Erawan menerima uang tersebut tiga kali yakni Rp 3 miliar di Delta Spa Pondok Indah, Rp 2,6 miliar juga diserahkan di Delta Spa Pondok Indah pada September 2015 dan Rp 500 juta via transfer.
Saat bersaksi untuk terdakwa Amran, Imran mengatakan uang tersebut bukan karena ada hubungan antara Rudi Erawan dengan Khoir. Kata dia, pemberian tersebut karena Rudi Erawan adalah Ketua DPD PDI Perjuangan Maluku Utara.
"Nggak ada hubungan dengan Khoir. Tapi kan Pak Rudi ketua DPD PDIP Maluku Utara," kata Imran.
Masih kata Imran, pemberian pertama adalah bagian dari pemberian uang Rp 6 miliar dari Khoir kepada Amran HI Mustary. Sementara pemberian kedua adalah atas permintaan Rudi Erawan melalui Amran HI Mustary untuk dana optimalisasi DPR RI. Uang itu diserahkan Imran langsung kepada Rudi Erawan di Delta Spa Pondok Indah, Jakarta.
Sedangkan pemberian ketiga dilakukan secara tranafer ke rekening Muhammad Rizal. Ceritanya, Rudi Erawan menghubungi Amran untuk bantuan dana kampanye. Amran kemudian meneruskan permintaan tersebut ke Abdul Khoir dan disetujui Rp 500 juta.
"Pak Rudi suruh saya hubungi ponakannya, Ernest kalo enggak salah namanya. Ernest bilang nanti transfer ke rekening Muhamad Rizal dan nomor rekening itu saya kasih ke Abdul Khoir," beber Imran.
Dalam kasus tersebut, Amran menjadi terdakwa menerima suap dari pengusaha dan memberikan suap kepada sejumlah anggota Komisi V DPR. Salah satunya uang suap itu diberikan kepada Andi Taufan Tiro.
Kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan Damayanti Wisnu Putranti. KPK telah menetapkan delapan orang tersangka yakni, Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN. Ketiganya diduga menerima fee hingga miliaran rupiah dari Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Sementara tersangka lainnya adalah Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustariā, Abdul Khoir serta dua rekan Damayanti, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini dan So Kok Seng sebagai tersangka terbaru.
Kasus tersebut diduga kuat melibatkan hampir semuanya anggota Komisi V DPR RI. Pimpinan Komisi V disebut sebagai pihak yang mengetahui dan mengatur nilai jatah-jatah yang diterima setiap anggota.