Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sebanyak 70 rumah petani di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara digusur oleh PT. Langkat Nusantara Kepong pada Senin (27/3/2017). Berdampak pada 360 warga yang terlantarkan.
Perusahaan lebih dulu melayangkan surat pemberitahuan agar 70 keluarga membongkar dan memindahkan bangunan mereka. Surat dilayangkan pada Sabtu (25/3/2017). Para petani diberikan tenggat satu hari untuk pindah.
"Pada Senin (27/3/2017), PT. LNK melakukan penghancuran, meratakan seluruh bangunan yang ada di Desa Mekar Jaya. Peristiwa ini terjadi, sementara konflik agraria belum diselesaikan," ujar Sekretaris Umum DPP Serikat Petani Indonesia, Agus Ruli di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (28/3/2017).
Saat ini, para petani mendirikan tenda di sekitar lokasi penggusuran. Rencananya, mereka tak akan meninggalkan lokasi sampai ada upaya penyelesaian konflik agraria yang dilakukan pemerintah dan PT. LNK. Petani terdampak penggusuran, tak mendapat ganti rugi dari penggusuran tersebut.
Ini merupakan kali kedua PT. LNK melakukan penggusuran. Sebelumnya pada 18 November 2016, perusahaan itu, telah menggusur dan menghancurkan 554 hektar lahan petani di Desa Mekar Jaya.
PT. LNK mengklaim memiliki Hak Guna Usaha Lahan yang diterbitkan pada 2009. Menurut Agus, hal itu menjadi tanda tanya besar. Sebab, HGU bisa dikeluarkan di lahan yang di atasnya terdapat bangunan masyarakat.
Sementara pihak petani berpegangan terhadap Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang diterbitkan pada 1979. Surat itu memutuskan, 'memberikan hak milik atas tanah yang langsung dikuasai oleh negara sebagai obyek landreform seluas 554 hektare'.
Demi menyelesaikan persoalan tersebut, sudah dilakukan Rapat Dengar Pendapat antara pihak petani, Badan Pertanahan Nasional, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, serta perwakilan dari PT. LNK pada Januari 2017.
"Mereka tidak berani menunjukan HGU mereka. November 2016, tanpa putusan pengadilan, mereka melakukan penggusuran," ujar Agus.
Agus berpandangan, upaya penyelesaian secara konkret dan sistematis oleh pemerintah untuk menyelesaikan konflik agraria belum terealisasi. Sebetulnya Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah membuat terobosan, yakni reforma agraria.
Terobosan itu dirasa perlu untuk menyelesaikan masalah ketimpangan penguasaan tanah di pedesaan, yang sampai saat ini masih menjadi persoalan. Tapi, menurut Agus, terobosan reforma agraria yang diusung pemerintah pusat belum didukung oleh pemerintah daerah.
Pasalnya, permasalahan petani mengenai lahan masih terus menyeruak. Selain di Langkat, permasalahan yang santer terdengar melanda para petani asal Kendeng, Rembang, Jawa Tengah.
"Kekerasan, penggusuran terhadap petani terus berulang. Kemarin di Kendeng, di Makassar, terbaru di Sukabumi yang saat ini berhadapan dengan alat berat di lahan pertanian," ujar Agus.