TRIBUNNEWS.COM, BALI- Mebuug-buugan merupakan tradisi berlumuran lumpur, tradisi asli Desa Adat Kedonganan.
Tradisi ini sempat ditinggalkan warga karena acuhnya terhadap tradisi yang biasa digelar setelah prosesi Hari Raya Nyepi.
Pemuda-pemudi desa Adat Kedonganan yang peduli akan tradisi luhur itu pun menumbuhkan kembali adat itu.
Ketua Sekaa Teruna se Desa Adat Kedonganan I Made Gede Budhyastra menjelaskan, sebenarnya tradisi pernah dilaksanakan pada era penjajahan Jepang.
Hanya saja, dengan kurangnya respon membuat tradisi ini puluhan tahun tidak dilakukan lagi.
Pemuda desa Adat Kedonganan yang merasa memiliki tradisi asli desanya itu akhirnya kembali menumbuhkan tradisi yang penuh makna tersebut.
"Akhirnya kami membangkitkan lagi dari dua tahun lalu," ucapnya Rabu (29/3/2017).
Oleh karenanya, saat ini warga desanya sedang memfokuskan tradisi ini untuk mendapat legalitas dan menjadi hak milik warga Desa Adat Kedonganan.
Dan beruntungnya, bahwa sejak beberapa waktu lalu sudah disahkan oleh pihak Kabupaten dan sedang dalam proses menjadi warisan budaya Nusantara.
Dia menyebut, tradisi yang sifatnya ialah upaya pembersihan diri dari segala sifat buruk itu dilakukan mulai dari berkumpul di Bale Agung.
1000 orang dari enam banjar desa Adat Kedonganan kemudian menuju ke Mangrove (di Timur) dan melakukan prosesi tradisi memolesi diri dengan lumpur.
Warga lalu mengitari desa adat Kedonganan, menuju ke Barat atau membersikan diri ke Pantai Pemeliasan.
"Lumpur sendiri berada di Timur diibaratkan suatu keburukan. Dan kemudian untuk dibersihkan warga menuju ke barat," paparnya. (ang).