Sekarang ini, ungkap Mahdi, penduduk India pun banyak yang menanam kurma.
“Letak India dekat dengan Aceh, masa kita tak mau menanam kurma? Bukankah setiap menjelang Ramadhan, banyak kurma yang dipasarkan di Indonesia hingga ke Aceh, sebagain besar dari India, bukan dari Arab Saudi,” ungkapnya.
Bahkan negara-negara di Eropa sekarang ini, seperti Inggris dan lainnya, sudah banyak yang buka kebun kurma dalam jumlah sangat luas, mencapai puluhan ribu hektare.
Tujuannya, saat musim kurma menurun di Arab, maka merekalah yang akan menjadi negara produsen dan eksportir kurma terbesar di dunia, bukan lagi Arab.
Momen Penas Petani-Nelayan XV ini, kata Mahdi, dijadikannya sebagai sarana untuk mempromosikan bibit kurma impor kepada 35.000 peserta Penas dari 34 provinsi yang sedang berkumpul di arena Penas KTNA XV.
Amin, penduduk Lueng Bata, Banda Aceh yang ditanyai Serambi mengatakan, ia membeli sepuluh batang bibit kurma untuk ditanam di depan rumah. Kurma banyak khasiatnya dan sudah dijelaskan dalam Alquran.
“Kalau selama ini di halamn rumah ada tanaman mangga, sawo, jambu, dan lainnya, sekarang ditambah kurma,” ujarnya.
Usia tanaman kurma itu, kata Amin, cukup panjang mencapai 100 tahun.
“Jadi, kalau kita tanam sekarang, dua generasi dan anak cucu kita ke depan bisa menikmatinya. Bibit kurma yang dibeli ini, waktu 3-4 tahun bisa berbuah. Mudah-mudahan saja, buah kurma ini bisa saya nikmati,” ujarnya.
Ungkapan senada juga dilontarkan Ahmad, penduduk Blang Bintang, Aceh Besar.
Ia beli bibit kurma 20 batang, karena sebelumnya sudah ia lihat ada 1.500 batang tanaman kurma jenis yang sama ditanam di kawasan Lembah Babate, Blang Bintang.
Tanaman kurma tumbuh subur dan beberapa batang sudah berbunga. Harga bibitnya lumayan mahal, antara Rp 300.000-Rp 700.000/batang.
Tapi baginya tak begitu jadi masalah. Yang penting, kalau nanti sudah berbuah, menjadi prestise tersendiri baginya, karena pohon kurma sudah bisa hidup di halaman rumah dan kebun belakang rumahnya. (her)