TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Penyidik Polda Jawa Tengah mengumpulkan sejumlah barang terkait tewasnya taruna tingkat dua Akademi Kepolisian (Akpol), Brigadir Dua Taruna (Brigdatar) Muhammad Adam.
Polisi belum memastikan pemilik barang-barang tersebut.
"Barang bukti yang disita yaitu kopel atau sabuk besar dan tongkat plastik panjang sekitar 20 sentimeter," kata Kepala Bidang Humas Polda Jateng, Kombes Djarod Padakova di Semarang, Jateng, Jumat (19/5/2017).
Djarod mengatakan, dua barang yang disita tersebut cukup penting dalam proses penyelidikan.
Barang bukti tongkat, misalnya, adalah tongkat berbahan dasar plastik. Namun tongkat tersebut mirip kayu.
"Seperti benda tumpul," katanya seperti dikutip Tribun Jateng (Tribun Network).
Barang-barang tersebut ditemukan di ruang kosong di lantai dua flat A. Ruang kosong tersebut kerap difungsikan sebagai gudang.
Namun penyidik belum mengetahui pemilik kopel dan tongkat plastik itu.
"Kopel dan tongkat itu punya siapa? Masih kami selidiki," kata Djarod.
Penyidik juga terus memeriksa para saksi. Bahkan, saksi yang diperiksa terkait bertambah menjadi 35 orang setelah sebelumnya polisi memeriksa 21 saksi.
"Saksinya 35 orang, terdiri atas taruna tingkat dua dan tingkat tiga," ungkap Djarot.
Para saksi merupakan orang yang memiliki informasi seputar peristiwa yang dialami Adam.
Djarot mengatakan, pemeriksaan para saksi juga berguna untuk menyusun kronologi tewasnya Adam.
"Ada penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal dunia. Ini yang perlu diungkap, agar diketahui siapa pelakunya? Apa perannya? Itu yang kami lakukan," tambahnya.
Seperti diberitakan, Brigdatar Muhammad Adam meninggal dunia di RS Akpol, Semarang, Kamis (18/5/2017) sekitar pukul 02.00 WIB.
Beberapa jam sebelumnya, Adam diminta menemui seniornya.
Informasi yang dihimpun menyatakan, pada Rabu malam, Adam masih mengikuti apel malam.
Seusai apel, Adam dan sejumlah taruna tingkat dua diminta menemui seniornya di ruangan kosong di flat A.
Diduga, para senior tersebut memberi hukuman karena menilai para juniornya kurang disiplin.
Hukuman fisik itu menyebabkan Adam pingsan. Adam segera dibawa ke RS Akpol namun nyawanya tidak tertolong.
Baca: Tradisi Pernikahan Kekaisaran Jepang yang Harus Dilewati Kei Komuro
Hasil autopsi tim forensik RS Bhayangkara Polri di Semarang menyatakan, Adam meninggal diduga karena gagal napas akibat hantaman benda keras di bagian dada.
Jenazah Adam kemudian diserahkan kepada orangtuanya yang tinggal di Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta.
Jenazah Adam dimakamkan di pemakamam umum di dekat rumah orangtuanya, Jumat siang.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Jateng, Untung Budiarso, prihatin atas peristiwa yang menimpa Adam.
"Perlu ada penanganan khusus sehingga tidak terulang," kata Untung lewat rilis yang dikirim ke Tribun Jateng, Jumat siang.
Untung mengingkatkan, kekerasan serupa pernah terjadi di kampus Akpol pada Maret 2006.
Saat itu, taruna Hendra Saputra (21) dianiaya enam senior. Korban dianiaya karena dianggap bersalah lantaran tak melapor saat libur studi.
"Budaya senioritas dalam dunia taruna harus diarahkan secara tepat sehingga tidak terjadi tindakan negatif dan semena-mena seperti fakta yang terjadi saat ini. Ini bukan lagi menjadi PR bagi lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, akan tetapi menjadi PR bersama kelembagaan negara yang menyelenggarakan pendidikan maupun lembaga pemerhati pendidikan," papar Untung.
Untung menjelaskan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Kecerdasaan tidaklah terletak pada aspek pengetahuan dan ketrampilan saja melainkan ada kecerdasan yang paling fundamental yaitu kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial. (ape/kps)