TRIBUNNEWS.COM, TARAKAN -- Kisah cinta SA, wanita yang menyimpan bayi yang baru dilahirkan di dalam freezer, sejak awal bertemu dengan DO sang suami siri hingga melahirkan bayi tersebut mulai terkuak.
Saat dilakukan pemeriksaan kejiwaan oleh psikolog, SA menceritakan awal mula dirinya bertemu dengan DO, lelaki yang kemudan menikahinya secara siri.
Kala itu SA masih bekerja sebagai sales marketing di sebuah perusahan leasing di Jalan Mulawarman, Kota Tarakan.
Ia lalu berjumpa dengan DO yang datang membeli sebuah sepeda motor untuk anaknya.
Di mata SA, DO yang berusia 54 tahun ini sebagai sosok pria penyayang dan baik hati.
Bahkan saat itu, SA pernah dibelikan sebuah motor oleh DO.
Melihat kebaikan DO, akhirnya SA merasa senang dan bersedia menikah dengan DO meskipun hanya berstatus istri siri.
Pasalnya saat itu juga SA sedang terhimpit dengan kebutuhan ekonomi di keluarganya.
Baca: Mantap Nih! Perjalanan dari Balikpapan ke Penajam Sekarang Sebentar Banget. . .
Sebagai sales marketing, SA hanya memiliki gaji antara Rp 1.800.000 sampai Rp 2.000.000.
Uang itu tidak cukup untuk membiaya kehidupan sehari-hari, apalagi ia tinggal bersama ibu dan seorang adiknya.
Ayahnya sudah lama tiada.
Alasan ekonomi inilah yang membuat SA menerima pinangan DO menjadi istri keempat, karena istri pertama dan kedua telah bercerai dan menjadi madu istri ketiga.
Tiga tahun berumah tangga, SA merasakan segala kebutuhan perekonomiannya dipenuhi sang suami.
Mulai dari rumah, mobil, bahkan dibuatkan usaha seperti butik dan pencucian mobil dan motor.
Namun semua materi yang dimiliknya atas nama DO, suami sirinya.
Meski begitu, SA tak pernah mempersoalkannya. Sampai akhirnya April 2017, anak pertamanya berinisial BC usia 2,5 tahun hendak masuk sekolah.
Ia mendaftarkan anaknya di salah satu PAUD di Kota Tarakan.
Ternyata salah satu syarat daftar anak sekolah harus memiliki akte kelahiran.
“Anaknya ditolak masuk sekolah, karena tidak ada akte kelahiran. Hal ini membuat SA menangis, padahal waktu itu SA sedang hamil, sehingga ini membuatnya stres," tutur Fanny.
Akhirnya SA berbicara dengan DO agar BC dibuatkan akte kelahiran.
Saat itu, suaminya berkata gampang dan bisa diatur.
Namun, ditunggu-tunggu akte kelahiran juga belum ada.
Hal ini membuat SA semakin stres.
"Jadi menurut SA, DO ini hanya menjanjikan saja,” ungkap psikolog, Fanny, Sabtu (5/8/2017).
Lantaran stres itulah, SA langsung berpikir bagaimana nanti nasib anak keduanya.
Khawatir nasibnya akan sama dengan anak pertama, akhirnya SA memutuskan untuk melahirkan seorang diri tanpa dibantu siapapun, termasuk ibunya.
“Dari hasil tes psikotesnya, SA ini memiliki kepribadian introvert atau tertutup. Jadi setiap masalah yang dihadapinya tidak pernah mau diceritakan kepada orang dan dipendam sendiri oleh SA," kata Fanny lagi.
SA semakin tertekan sampai akhirnya melakukan perbuatan keji secara sadar. (Syaiful Syafar)