Sri mengatakan, sebelum menemui ajalnya, ibu Melati punya sebuah keinginan untuk buah hatinya.
"Pas Melati mau ulang tahun, ibunya bilang sama saya "Buk, ulang tahune Melati digawe kepiye ya? (Buk, ulang tahunnya Melati dibuat seperti apa ya?) Saya jawab, mbok uwis rasah gedhen-gedhen (saya jawab, ya sudah ga usah besar-besaran). Dia kemudian nyuruh saya beli nasi ayam sepuluh bungkus untuk dibagi ke tetangga," terangnya.
Sepeninggal ibu Melati perayaan tersebut sempat kembali digelar saat Melati berumur empat tahun, namun saat ini sudah tak lagi dijalankan.
Pasalnya, kebutuhan hidup yang terus bertambah mengharuskan Sri berpeluh mendulang rupiah yang tak sedikit.
Untuk merawat Melati saja, setidaknya Sri mesti mengumpulkan uang yang tak sedikit. Dua minggu sekali selang untuk asupan makan Melati mesti diganti.
Satu kali ganti selang memakan biaya Rp 150 ribu, itu belum kebutuhan makan dan susu Melati, biaya untuk kontrol sebulan sekali, serta pembelian popok dan kebutuhan lainnya.
Sri yang berprofesi sebagai tukang pijat panggilan tentu kewalahan menanggung semua biaya tersebut.
Coba bayangkan, sekali memijat Sri tidak mematok tarif tetap.
"Sekali pijat kadang dapat Rp 20 ribu, paling banyak Rp 50 ribu," ujar Sri.