Laporan Wartawan Tribun Jabar, Theofilus Richard
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Penasihat hukum Buni Yani membacakan pledoi atau nota pembelaan secara bergantian dalam sidang lanjutan, Selasa (17/10/2017).
Penasihat hukum Buni Yani Aldwin Rahadian menyebut kesalahan Buni Yani adalah mengkritik sikap pejabat publik yang sedang berkuasa.
"Kesalahan Buni Yani adalah mengganggu kemapanan kekuasaan," ujar Aldwin Rahadian saat membacakan nota pembelaan.
"Kesalahan Buni Yani berani mengkritik pejabat publik yang berpotensi mengganggu keyakinan orang lain," kata Aldwin Rahadian melanjutkan.
Baca: Mantan Anggota Satpol PP Jual Istrinya Berkali-kali dengan Tarif Rp 250 Ribu Sekali Kencan
Aldwin Rahadian juga mengatakan, postingan Buni Yani di Facebook merupakan ajakan berdiskusi kepada teman-teman Facebook.
Ajakan diskusi tersebut dimulainya karena merasa tidak yakin dengan isi pembicaraan Ahok dalam pidatonya di Kepulauan Seribu.
Ia mengatakan Buni Yani berharap mendapatkan jawaban dari hasil diskusi tersebut.
Dalam pembacaan nota pembelaan tersebut, Aldwin Rahadian juga menyebut bahwa kasus Buni Yani bermuatan politis.
Hal ini tidak lepas dari pernyataan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo saat rapat kerja dengan Komisi III DPR-RI, Rabu (11/10/2017).
Baca: Belum Pernah ke Indonesia Tapi Pengacara Terkenal Jepang Kentaro Motomura Sangat Mengenal Borobudur
Muhammad Prasetyo menyebut Buni Yani harus dihukum demi keseimbangan.
Ia juga mengatakan, hal ini berdasarkan asas sebab akibat dengan kasus Ahok.
Karena itu, Aldwin Rahadian mengatakan tuntutan merupakan aksi balas dendam.
"Jaksa agung mengeluarkan pernyataan mengejutkan sekaligus meyakinkan kita bahwa ini bernuansa politis balas dendam. Tuntutan dua tahun adalah bentuk balasan dari kasus Ahok," ujarnya.
Aldwin Rahadian juga mengatakan nota pembelaan dibuat berdasarkan keterangan saksi dan fakta persidangan.
Sebelumnya, pada Selasa (3/10/2017), Jaksa Penuntut Umum menuntut Buni Yani dengan hukuman pidana dua tahun, denda Rp 100 juta subsidier kurungan tiga bulan.