Laporan Wartawan Tribun Bali I Made Ardhiangga
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Anggota Komisi VI DPR RI, Nyoman Dhamantra beberapa hari lalu mendatangi Polda Bali meminta penangguhan Bendesa Adat Tanjung Benoa, I Made Wijaya alias Yonda.
Yonda kemudian dilimpahkan oleh Polisi ke Kejaksaan Tinggi Bali, Jumat (13/10/2017).
Atas hal ini 'Banteng Senayan' kembali lagi mendatangi Kejati Bali meminta penangguhan Yonda supaya tidak ditahan dengan lima prajuru Desa I Made Mentra (koordinaotr Panureksa Adat) I Made Widnyana, I Made Suartha, I Made Marna dan I Ketut Sukada.
Menurut Dhamantra, penangguhan penahanan dikarenakan aspirasi warga Tanjung Benoa yang datang padanya.
Itu melihat, dengan tuduhan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Yonda dan lima petugas adat Tanjung Benoa.
Warga Tanjung Benoa menilai bahwa Bendesanya tidak melakukan kesalahan atas pemungutan dan tuduhan pelanggaran reklamasi.
Baca: Anies-Sandi Diberi Batas Waktu 7 Hari untuk Cabut Izin Reklamasi
"Warga Tanjung Benoa dalam aspirasinya menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Bendesanya sesuai dengan paruman adat (rapat tertinggi aspirasi krama adat). Sehingga Bendesa dan Lima orang anggota atau prajuru adat hanya sebagai pelaksana atas keputusan Paruman," ucap Dhamantra, Selasa (17/10/2017) usai bertemu dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali.
Dhamantara menjelaskan, dalam surat tertutup yang diserahkan kepada Kejati Bali itu, sama halnya dengan yang diserahkan ke Polda Bali.
Singkatnya, merupakan surat yang juga ditembuskan kepada Ketua DPR RI, Presiden dan Kapolri.
Melihat persoalan itu sendiri, yang pertama harus diketahui ialah mekanisme dalam lembaga adat Bali.
Ini ketika berbicara soal pungutan liar. Bendesa dan prajuru atau pengurus desa hanya sebagai pelaksana atas putusan Paruman Adat.
Baca: Hal yang Bikin Donita Menangis Saat Tahu Kembali Hamil