TRIBUNNEWS.COM, KEEROM - Sudah lebih dari satu tahun, Muhammad Fadillah Imsa berada di Papua. Pemuda asal Lumajang, Jawa Timur ini lega, karena melihat sudah ada perubahan di kampung pedalaman Papua yang didampingi.
Perubahan itu adalah kesadaran untuk mau bercocok tanam memanfaatkan potensi lahan, tanpa harus menggantungkan ketersediaan pangan dengan mencari di hutan belantara.
Minat dan pengetahuan Imsa pada pertanian telah membawanya masuk ke pedalaman Papua, meninggalkan bangku kuliah di jurusan elektro medis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang sudah diduduki enam semester.
Pemuda kelahiran 18 juli 1994 ini memilih mendampingi warga Kampung Usku, Distrik Senggi, Kabupaten Keerom, Papua sejak Juli 2016.
Dusun Tiarsih yang masuk ke wilayah pemerintahan Kamung Molof, namun berada di sebelah Kampung Usku, juga dijarinya cara bercocok tanam.
Secara perlahan, ia memperkenalkan budidaya pertanian yang benar kepada warga kampung pedalaman Papua. Awalnya hanya dua tiga warga yang tertarik, namun seiring waktu, semakin banyak warga yang mengikutinya.
Sebagian besar warga kini gemar dan mau bercocok tanam, bahkan halaman rumah warga yang sebelumnya dipenuhi rumput ilalang tak terawat, kini lebih rapi karena ditanami tanaman sayuran, seperti cabai, jagung dan bayam.
Kesabaran Imsa memberikan ilmu dan pengetahuan pertanian Imsa, membuat warga pedalaman kini sudah mengganggapnya seperti keluarga.
“Saya mendampingi warga pedalaman ini sambil memberikan pengetahuan bercocok tanam yang benar. Mereka sebenarnya sudah tahu menanam, tapi dilakukan secara asal dan bukan bercocok tanam yang baik dan menggunakan teknologi maupun berkelompok. Secara perlahan mereka saya ajak juga untuk memanfaatkan lahan-lahan di sekitar rumah agar tidak selalu pergi ke hutan bersama anak-anaknya untuk mencari makanan. Mereka saya ajak menenam padi tanpa harus menggantungkan ketersediaan beras dari bantuan raskin pemerintah. Seperti kata Presiden Jokowi, ini namanya revolusi mental, menggugah kesadaran untuk bekerja memanfaatkan potensi yang dalam memperbaiki keadaan,” urai Imsa saat dikunjungi tim dari Kemenpora akhir pekan ini.
Imsa merupakan satu dari 78 pemuda teknopreneur penggerak dan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa yang menjadi binaan dan mendapatkan pelatihan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Bersama para pemuda terseleksi lain dari 34 provinsi, Imsa mendapatkan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Pemuda Berbasis IPTEK dan IMTAK bertema “Pemuda sebagai Penggerak Sentra Pemberdayaan Pemuda di Desa” yang digelar di Bogor, Jawa Barat pada akhir Juli 2017.
Para pemuda yang direkrut dalam pelatihan yang digelar Asisten Deputi Bidang Peningkatan IPTEK dan IMTAK Pemuda Kemenpora sebagian besar berasal dari beberapa titik pada 40 desa percontohan dan 14 Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Imsa berada di pedalaman Papua, di Kampung Usku Distrik Senggi yang menempuh perjalanan sekitar tujuh jam dari Jayapura, berkat tugas pendampingan dari Litbang Kementerian Desa, Transmigrasi dan Pembangunan Daerah Tertinggal.
Di kampung pedalaman itu, Imsa bersama warga membuka lahan satu hektar untuk ditanami padi gogo.
Hasilnya bagus, panen pun dihadiri oleh Wakil Bupati Keerom. Melihat warga kampung pedalaman mau bertani, Pemerintah Kabupaten Keerom kemudian membuka lahan hutan sekitar 10 hektar untuk jadi lahan pertanian di kampung Usku yang dihuni sekitar 50 keluarga dari lima suku itu.
“Lahan sudah dibuka, tapi karena warga masih sibuk karena ada yang bekerja mendulang emas di Sungai dan mencari kayu dan berburu di hutan, sedangkan menanam padi membutuhkan tenaga banyak. Jadi sementara lahan ini ditanami keladi, tanaman umbi yang biasa menjadi makanan warga di sini sehingga mereka tidak perlu mencarinya ke hutan,” ujar Imsa.
Adolf, warga Dusun Tiarsih, mengakui berkat pedampingan Imsa, dia dan warga lainnya mendapatkan ilmu bertani dan mengalami perubahan cara berpikir dalam memanfaatkan sumber daya alam.
“Warga yang tidak menanam sayuran harus beli kepada yang menanam. Jika tidak mau beli, ya mereka juga harus menanam. Akhirnya sekarang makin banyak yang menanam sayuran,” tuturnya.
Imsa yang sudah selesai bertugas melakukan pendampingan dari Kemendes pada Juli 2017, kini sedang mendampingi mahasiswa Universitas Cenderawasih yang melakukan KKN di Kampung Usku untuk tahun kedua. Ia juga menjual sayuran ke hotel yang ada di Jayapura untuk mendapatkan penghasilan.
Selain mendampingi mahasiswa KKN menanam sayuran di kampung Usku, Imsa akan mengajak mereka menanam padi tadah hujan bersama warga di lahan satu hektar yang sebelumnya ia jadikan pilot project.
Imsa yang sudah empat kali terkena penyakit malaria selama tinggal bersama warga pedalaman Papua, mengaku betah dan nyaman hidup bersama warga Papua yang sudah seperti keluarga, dan bergelut dengan bidang pertanian yang ia sukai.
Disinggung apakah akan terus di Papua atau pindah kemana, ia mengaku tidak tahu dan belum menentukan.
“Tapi Desember nanti saya berencana melamar pacar orang Jakarta yang ketemu saat sama-sama menjadi peserta kegiatan pelatihan Kemenpora di Bogor. Setelah menikah nanti mungkin baru diputuskan menetap dimana,” tuturnya.