Laporan Wartawan Tribun Jateng, Radlis
TRIBUNNEWS.COM, BATANG - Mantan Bupati Batang, Yoyok Riyo Sudibyo seolah menghilang dari hingar bingar politik sejak melepaskan tongkat kepemimpinannya pada awal 2017 lalu.
Tak banyak yang mengetahui keberadaan mantan tentara berpangkat mayor tersebut. Orang orang dekatnya selama menjabat hanya sebatas mengetahui Yoyok sedang mengurus usaha toko baju dan retailnya di Papua.
Yoyok yang dulu aktif memposting semua kegiatan ke media sosial saat menjabat bupati pun sekarang sudah tidak seaktif dulu.
Senin (30/10/2017), sekitar pukul 10.30, Yoyok memposting sebuah foto di Instagram miliknya.
Dalam keterangan foto, Yotok menceritakan kegembiraannya menerima uang pensiun dari PT Taspen. Uang pensiun sebesar Rp 1.307.000 itu merupakan hak Yoyok sebagai mantan bupati.
Dalam keterangannya, Yoyo menceritakan uang pensiun seorang bupati tidaklah sebesar yang masyarakat pikirkan. Terlebih uang pensiun senilai Rp 1,3 juta itu tidak ada apa apanya dibanding uang milyaran bahkan trilyunan yang harus dipertanggung jawabkan oleh bupati.
Berikut isi caption foto yang diungga Yoyok.
Setelah bekerja lima tahun di Kabupaten Batang, Alhamdulillah, saya menerima uang pensiun, sebesar Rp 1.332.000, dipotong pajak dan asuransi, menjadi Rp 1.307.000. Penyerahannya disaksikan dengan senyum bahagia anak saya, Arya.
Jumlah tersebut tidak sebesar bayangan masyarakat tentang seorang Bupati. Tentunya juga, tidak ada apa-apanya dengan uang triliunan yang harus kami pertanggungjawabkan setiap tahunnya.
Salah tulis atau mungkin cuma kurang teliti saja tanda tangan, penjara sudah menanti kami.
Memang, menjadi kepala daerah merupakan pengabdian. Pemimpin adalah pribadi yang dikorbankan. Namun, jangan sampai semakin banyak orang baik tidak mau menjadi kepala daerah karena terlalu berat pengorbanannya.
Alhamdulillah, umur saya masih 43 tahun. Saya berada pada rata-rata usia produktif orang Indonesia. Setelah jadi Bupati, Saya tinggal kembali mengurusi toko-toko baju saya yang masih tersisa di Papua.
Untuk makan dan minum sekeluarga, sudah lebih dari cukup. Selain itu, saya juga masih kuat macul, jadi tidak mungkin kami kelaparan.
Namun bagi seorang mantan kepala daerah yang sudah renta dan tidak punya pekerjaan apa-apa, tentu angka tersebut sangat tidak layak. Rp. 1.332.000 dipotong pajak, lalu dibagi 30 hari. Mereka hanya akan terima sekitar Rp. 44.500/hari, yang mana untuk makan sendiri pun tidak cukup.
Banyak orang menilai menjadi kepala daerah merupakan kesempatan untuk memperkaya diri. Tetapi jangan sampai, penghargaan yang kurang tersebut menjadi alasan utama kepala daerah untuk menumpuk harta ketika menjabat. Jangan sampai alasan tersebut juga memperberat langkah kita untuk berjuang bersama melawan korupsi.
Saya yakin masih banyak kepala daerah yang bekerja sungguh-sungguh untuk rakyat. Buktinya, pembangunan di Indonesia bisa terus berjalan. Di tengah keadaan dunia yang tidak menentu, negara ini mungkin sudah bangkrut kalau semua orang hanya memikirkan diri sendiri.
Semoga Allah senatiasa mempermudah langkah kita ke depan. Membangun negara ini menjadi lebih baik untuk anak cucu kita. Amin ya Rabb.