TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gunung Agung kembali mengalami erupsi, Selasa (13/2/2018) pukul 11:49 Wita.
Tinggi kolom asap dan abu sekitar 1.500 meter di atas puncak Gunung Agung.
Letusan ini terjadi selang 3 hari setelah PVMBG mengumumkan penurunan status Gunung Agung dari level IV (Awas) menjadi level III (Siaga).
Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana menjelaskan, meskipun bertatus Siaga, Gunung Agung masih memiliki potensi terjadinya erupsi.
Baca: Anak Gadisnya Muntah-muntah dan Dibawa ke Dokter, Ibu Ini Langsung ke Kantor Polisi
Terlebih aktivitas gunung api tidak hanya ditentukan oleh satu parameter.
"Di evaluasi kita kemarin, kita bilang Tiltmeter masih sedikit inflasi. Artinya meski gempa sedikit, tapi masih ada injeksi magma dari perut bumi, walaupun jumlahnya masih kecil. Kita sampaikan juga, bahwa potensi erupsi masih ada selama status Siaga, tapi tentu skalanya tidak besar. Jika ada potensi letusan skala besar, pasti dari datanya sudah terlihat," ujar Devy ketika dikonfirmasi, Selasa.
Terkait adanya laporan hujan abu pascaletusan, Devy menegaskan potensi ancaman primer masih dapat terjadi walaupun Gunung Agung berstatus Siaga.
Potensi bahaya primer tersebut berupa lontaran material batu pijar, batu/krikil, pasir maupun hujan abu lebat di sekitar kawah.
Hujan abu dengan intensitas lebih tipis dapat terpapar lebih luas bergantung pada arah dan kecepatan angin.
"Letusan hari ini (kemarin, Red), ekplosivitasnya masih sangat rendah. Masih di VEI 1," kata Devy.
Selain itu, potensi ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar hujan dapat terjadi, terutama pada musim hujan selama material erupsi-erupsi sebelumnya masih terpapar di area lereng dekat puncak.
Area yang berpotensi terlanda aliran lahar hujan adalah aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung terutama ke arah utara, timur laut, tenggara, selatan dan barat daya
Volume Magma yang masih di perut gunung diprediksi volumenya masih di bawah 1 juta meter kubik. Angka ini jauh jika dibandingkan saat krisis September-November 2017 yang volumenya mencapai 40 juta meter kubik.
Sementara, saat ini lava di permukaan sekitar 20 juta m3. Tapi lava ini diam karena sudah tidak ada gas nya, berbeda dengan magma yang bergerak karena masih banyak gas nya.
"Kesimpulannya, data pemantauan multi-parameter mengindikasikan aktivitas vulkanik Gunung Agung cenderung menurun. Namun, belum reda sepenuhnya atau masih ada potensi untuk terjadi erupsi dengan skala eksplosivitas rendah. Oleh karena itu, seluruh pihak tetap menjaga kesiapsiagaan karena aktivitas gunung api sangat dinamis dan dapat berubah setiap saat," kata Devy.
Kepala Pos Pantau Gunung Agung, Dewa Mertayasa menjelaskan, letusan itu tidak terlalu besar dan tebal.
Asapnya berwarna kelabu.
Itu menandakan jika material yang naik ke atas sedikit dibanding sebelumnya, saar status awas.
"Arah sebaran abu ke timur laut dan timur, seperti di Kecamatan Kubu. Ketinggian kolom 1.500 meter dari kawah Gunung. Amplitudo letusan sekitar 21 mm. Durasinya sekitar 140 detik," jelas I Dewa Mertayasa.
Letusan tadi, kata Mertayasa, menandakan bahwa aliran magma ke permukan masih ada.
Hanya saja jumlahnya sedikit dibanding sebelumnya. Kegempaan juga masih tetap terjadi tiap hari.
Jumlahnya masih kecil sekitar 3-6 kali kegempaan tiap hari.
Baca: KPK Sita Uang Ratusan Juta Saat OTT Bupati Subang
"Sampai hari ini gempa vulkanik masih terekam, tapi tak seintens bulan sebelumnya. Sejak penurunan status hingga hari ini, baru sekitar 18 kali terjadi gempa. Itu artinya masih ada aliran fluida ke permukaan, tapi kecil," kata Dewa, sapaannya.
Ditambahkan, potensi terjadi letusan masih ada walau status dan aktivitas gunung menurun.
Cuma, daya letusannya masih kecil. Dampaknya sekitar radius 4 kilometer dari puncak Gunung Agung. (Tribun Bali/Eka Mita Suputra)