"Cuma saya gak ngerti, kenapa anak-anak ini maunya cepat dan instan," keluh Sudjana.
Sudjana mengatakan, saat ini bahkan pihaknya memperketat lagi soal training ke Amerika ini agar kasus sebelumnya tak terulang kembali.
Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Konjen Amerika agar perusahaan di sana tidak memberikan sertifikat training kepada mahasiswa magang di sana.
STPBI minta agar sertifikat dikirimkan ke kampus, sehingga mahasiswa terdorong untuk pulang pasca training guna mengambil sertifikat mereka.
Sebetulnya, lanjut Sudjana, pihaknya cuma mengurus soal pendidikan mahasiswa di STPBI. Urusan training dan mencarikan anak didik pekerjaan sudah dikerjasamakan dengan PT Bali Duta Mandiri.
Selalu Ada yang Nakal
Direktur Utama PT Bali Duta Mandiri (BDM), I Nyoman Gede Astina menjelaskan bahwa pihaknya adalah Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).
Perusahaannya, kata Astina, sudah mengantongi izin dari Kementerian Tenaga Kerja untuk mengirim tenaga kerja Indonesia (TKI) ke seluruh dunia.
"STPBI memberikan pelayanan pendidikan, mencarikan training di Bali maupun di luar Bali tapi masih di dalam negeri. Nah kalau training di luar Bali kami ditugaskan untuk mengurus. Setelah lulus, kami juga ditugaskan mencarikan mereka pekerjaan baik di darat maupun laut, misalnya di kapal pesiar," kata Astina saat diwawancarai di ruang kerjanya, Rabu (13/2) pekan lalu.
Jumlah mahasiswa yang diberangkatkan training PT DBM ke luar negeri sekitar 300-an orang setiap tahun.
Dari jumlah tersebut, 75 persen berasal dari STPBI, dan sisanya ada dari Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Nusa Dua, dan sejumlah sekolah tinggi pariwisata di luar Bali.
Astina menjelaskan, pihaknya bisa memberangkatkan mahasiswa untuk training ke Amerika Serikat (AS) lantaran Pemerintah Indonesia sudah menjalin kejasama dengan Pemerintah AS melalui Konsultan Jenderal (Konjen) AS di Surabaya.
Program ini dinamakan International Training Network (ITN). STPBI menjadi salah satu sekolah atau perguruan tinggi yang mendapatkan lisensi dalam kerjasama tersebut.
"Itulah otoritas yang memberikan kami fasilitas magang di sana. Tidak ada sekolah lain yang diberikan kecuali kami. Kami diberi kuota 1.000 orang tiap tahun untuk dikirim training di sana. Makanya, kami ajak sekolah lain juga, karena maksimum baru kami penuhi 300 orang. Kami ajak sekolah di Jogja, Surabaya, Jakarta, dan Bandung," jelas Astina.