“Pada saat kami melakukan kegiatan trantib di wilayah, kami selalu menyertakan para anggota Linmas,” jelas Ongko.
Hal itu dilakukan untuk memberi pengetahuan dan sekaligus pengalaman serta menambah rasa percaya diri anggota Linmas. Sebab mereka perlu lebih memahami pelanggaran-pelanggaran peraturan yang dilakukan masyarakat. Diantaranya seperti pelanggaran pemanfaatan lahan publik untuk kegiatan usaha.
Ongko menilai, para anggota Linmas biasanya adalah aparat desa atau kelurahan yang paling tanggap dan mengetahui dengan baik situasi dan kondisi wilayahnya. Oleh karena itu para anggota Linmas dinilainya sebagai pihak yang cocok untuk dilibatkan dalam berbagai kegiatan di wilayah. Tidak hanya terkait dengan soal keamanan dan ketertiban, tetapi juga dalam kegiatan yang terkait dengan kegiatan-kegiatan sosial dan sebagainya.
Dalam kaitan itulah, pada penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada nanti, para anggota Linmas biasanya dilibatkan sebagai Pengawalan Langsung (Pamsung). Untuk itu mereka akan diikutsertakan di dalam kegiatan pelatihan terkait penyelenggaraan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Kegiatan diklat seperti itu biasanya diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Sebagai Pamsung, para anggota Linmas harus tahu dan paham tentang tata cara penyelenggaraan pemungutan suara, sehingga diharapkan mereka bisa mengantisipasi kemungkinan munculnya masalah dan sekaligus mengatasi jika memang ada masalah pada kegiatan pemungutan suara,” jelas Ongko.
Pentingnya peran para anggota Linmas terutama dalam membantu setiap kegiatan kemasyarakatan di wilayah, sayangnya tidak sebanding dengan kesan yang melekat di masyarakat tetang anggota Linmas.
“Di banyak sinetron misalnya kita sering melihat para anggota Linmas yang digambarkan sebagai sosok yang mudah dibohongi, dikerjai dan jadi bahan tertawaan,” katanya dengan prihatin.
“Penggambaran tentang sosok anggota Linmas seperti itu perlu diperbaiki,” lanjutnya, sebab merugikan citra para anggota Linmas sebagai orang-orang yang selalu siap membantu masyarakat.
Oleh karena itu Ongko berharap, ketika pada kenyataannya para anggota Linmas menjadi tenaga kerja yang tidak bergaji, maka sudah sewajarnya apabila masyarakat mengapresiasi peran dan kerja mereka.
“Mereka perlu pengakuan tidak hanya dari pemerintah, melainkan juga dari masyarakat,” jelasnya.
Sejauh ini memang belum setiap anggota Linmas mendapatkan honorarium tetap dan pasti. Hal itu tergantung dari kemampuan keuangan masing-masing pemerintah daerah. Tetapi Permendagri Nomor 84 telah mengamanatkan, “Pendanaan untuk penyelenggaraan perlindungan masyarakat dibebankan pada APBN, APBD Provinsi, APBD Kota/Kabupaten serta lain-lain pendapatan yang sah dan tidak mengikat.” Semoga amanah itu kedepannya bisa terealisasi pada setiap anggota Linmas. (*)