News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Gajah Meningkat di Aceh, Ini Penyebabnya

Penulis: Masrizal Bin Zairi
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi gajah

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Masrizal

TRIBUNNEWS.COM,  BANDA ACEH - Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, Ir Saminuddin BTou mengungkapkan bahwa eskalasi konflik antara satwa lindung (gajah) dengan manusia di Aceh dalam beberapa bulan terakhir terjadi peningkatan.

"Fakta sekarang, skala konflik satwa semakin meningkat. Kalau dulu konflik dua bulan sekali tapi kalau sekarang tidak ada hari yang tidak ada konflik. Kalau tidak di kabupaten ini kabupaten itu," kata Saminuddin.

Hal itu disampaikan pada rapat pembahasan rancangan qanun (raqan) tentang perlindungan satwa liar dengan Komisi II DPRA di ruang Banggar DPRA, Rabu (18/4/2018).

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi II, Nurzahri itu juga diikuti berbagai LSM dan pengiat lingkungan.

Saminuddin menyampaikan selama ini konflik gajah dengan manusia paling sering terjadi di Aceh.

Bahkan, konflik manusia dengan binatang berbelalai panjang itu telah berlangsung lama dan belum ada solusi hingga sekarang.  

Baca: Rupanya Awan Putih di Langit Mempunyai Berat Lebih Dari Seekor Gajah, Kok Bisa?

“Konflik itu terjadi karena ada wilayah yang beririsan antara wilayah manusia dengan wilayah satwa. Ada kepentingan satwa di ruang itu dan ada kepentingan manusia, itulah yang menjadi sumber konflik,” kata dia.

Namun demikian, lanjutnya, tentu ada latar belakang sehingga terjadinya konflik.

Menurut Saminuddin, faktor makanan menjadi alasan satwa keluar dari habitatnya selain faktor dirusaknya habitat satwa tersebut oleh manusia.

“Di daerah budidaya biasanya dilakukan kegiatan manusia dan disitu ada jenis makanaN tertentu yang dia (gajah) suka kemudian dia turun. Bukan karena faktor ada gangguan di hutannya,” katanya.

Gajah pada umumnya menyukai tanaman berpelepah dan berserat seperti pisang dan sawit. “Dulu sawit itu tidak ada, sekarang sawitnya sudah banyak. Jadi dia suka datang ke sana karena itu makanan kesukaan dia,” ungkapnya.

Untuk mengatasi persoalan itu, Saminuddin mengatakan, tidak bisa hanya berharap diselesaikan oleh satu lembaga, tapi melibatkan banyak lembaga lain dan itu harus diatur di dalam qanun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini