News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

“Tatabuhan” Pameran Tunggal Pelukis Andi Suandi di Cirebon

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Andi Suandi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Pelukis Andi Suandi (52) akan menggelar pameran tunggal bertajuk “Tatabuhan” di Hotel Santika Cirebon, Jawa Barat, 5-20 Mei 2018.

Dalam pameran tunggal ke-13 kerja sama dengan “Cheribon Gallery” ini Andi juga akan meluncurkan buku seni lukis abstrak berjudul “Tatabuhan(Merefleksikan Kembali Nilai Rasa Syukur terhadap Alam dan Sang Pencipta)”.

“Ini merupakan bagian tak terpisahkan dan saling memengaruhi satu dengan yang lainnya. ‘Tatabuhan’, kedalaman yang tak bertepi, menjadi istilah yang saya gunakan untuk merefleksikan proses perjalanan spiritual saya selama ini.

Buku ‘Tatabuhan’ ini dibuat sejak 2009, penulisan yang bertahap, mengikuti alur perjalanan hidup dan laku yang selama ini saya jalani,” ungkap Andi Suandi di Jakarta, Sabtu (28/4/2018).

Menurut Andi, menggali dan menanamkan kembali kearifan lokal secara inheren lewat seni yang diwujudkan dalam bentuk konsep dan perilaku seni, dapat dikatakan sebagai gerakan kembali pada basis nilai budaya sebagai bagian dalam upaya membangun identitas bangsa dan sebagai semacam filter dalam menyeleksi pengaruh budaya “yang lain”.

“Nilai-nilai kearifan lokal itu meniscayakan fungsi dan strategis bagi pembentukan karakter dan identitas bangsa.

Pendidikan yang menaruh kepedulian terhadapnya akan bermuara pada hal di atas dan munculnya sikap yang mandiri, penuh inisiatif dan kreatif.

Nilai-nilai tersebut menjadi bercitra Nusantara karena dipadu dengan nilai-nilai lain yang sesungguhnya diderivasikan dari nilai-nilai budaya lama yang terdapat dalam berbagai sistem budaya etnik lokal,” jelas pelukis yang juga guru di sekolah Islam Al Azhar lulusan Fakultas Seni Rupa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini.

Kearifan-kearifan lokal itulah, kata Andi, yang membuat suatu budaya bangsa memiliki akar. Hal itu akan menjadi lebih jelas tatkala kita menyadari bahwa budaya post-kolonial, yang diarungi bangsa ini cukup lama, pada dasarnya merupakan persilangan dialektika antara ontologi/epistimologi yang lain dan dorongan untuk mencipta dan mencipta ulang identitas lokal yang independen, yang digali dari sumur-sumur kearifan lokal pula.

“Kegiatan ritual Tarawangsa (menerawang kepada yang Esa) yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Sumedang larang, telah memberikan satu inspirasi visual kepada saya mengenai kearifan lokal (local genius) sebagai rasa syukur kita terhadap alam dan Sang Pencipta kehidupan,” papar pelukis kelahiran Jakarta 8 Agustus 1966 penyabet gelar Pelukis Terbaik se-Jakarta dan Jawa Barat (1988) dan Sijil The 3rd Ipoh Art Festival di Poh Perak Darussalam, Malaysia (2000), yang sudah 12 kali menggelar pameran tunggal, di antaranya “Interaction & Ideast” (1999), “Works Spiritualy” (2000), “Rasa Jati Diri” (2005), “Peradaban Spiritual” (2012) dan “Peziarah” (2013).

Itulah sekelumit gambaran yang ia sampaikan dalam proses Tarawangsa yang ia ikuti dan lakukan, yang telah banyak memberikan inspirasi visual kepadanya dalam karya- karya yang ia akan tampilkan pada pameran sembilan ruang abstrak ini.

“Tatabuhan menjadi gelombang ritme dan irama yang tidak habis kita gali sebagai rasa syukur kepada Sang Pencipta dan alam ini, sebagaimana kita dalam menjalani hidup dan kehidupan di alam mayapada,” tandasnya.

Hade Erman dari “Cheribon Gallery” menyatakan, banyak seniman yang memiliki potensi dalam perkembangan seni abstrak dewasa ini. Salah satunya adalah Andi Suandi yang “pulang kampung”.

“Setelah saya mengikuti perkembangan karya-karyanya yang unik, baik mengenai teknis maupun tema, tidak memiliki bentuk yang mudah dipahami, dan saya kira layak untuk dimediasikan guna disimak dan dikaji fenomena serta alur gagasan maupun gerak-gerik visualnya,” katanya.

Jejak perjalanan panjang Andi Suandi dalam seni visual Indonesia dengan karya-karyanya yang sudah dipamerkan hingga level internasional sangatlah menarik untuk ditelusuri. Puluhan galeri di kota-kota besar di Indonesia pernah menjadi tempat singgah bagi karya-karya seni abstraknya.

“Pendokumentasian ‘Tatabuhan’ dalam bentuk buku merupakan langkah brilian Andi Suandi, karena buku ini bisa menjangkau kalangan luas dan mungkin akan menjadi referensi dalam ranah seni rupa abstrak di negeri ini,” ungkap Buntoro BR, General Manager Hotel Santika Cirebon.

“Menyimak Andi Suandi perlu cukup pengalaman estetik dan pengetahuan seni untuk sudut pandang yang tepat, dan ketika sudah ketemu, niscaya keindahan dan kebanggaan memiliki Andi Suandi sebagai elemen wacana seni, tidak diragukan akan berujung keindahan yang tak mau berhenti,” timpal Pug Warudju, kurator pameran.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini