Dedi Herman yang ditemui di RS Syafira Pekanbaru menjelaskan, dia turut mengantarkan para korban untuk mendapatkan perawatan.
Saat itu ia ikut dalam arak-arakan kerajaan, tepat berada di belakang rombongan Raja.
Rutenya dari kantor desa menuju ke Istana Kerajaan.
"Kami kan sama rombongan Raja, sama Pak Kapolres, sama UPIKA. Dari kantor desa menuju Istana. Sampai di sana disambut silat, mau masuk gerbang kerajaan. Bersamaan dibunyikan meriam itu," ujar dia.
Tak lama setelah ledakan meriam, terdengar teriakan minta tolong yang minta didatangkan ambulance.
Saat itu, jarak antara rombongan kerajaan dengan lokasi peledakan meriam sekitar 30 meter.
"Kira kami ada yang jantungan. Rupanya meriam itu pecah, serpihan itu yang beterbangan melukai masyarakat yang menonton," jelas Dedi.
Dedi mengatakan acara kebesaran raja semacam itu memang rutin digelar. Minimal sekali setahun.
"Acara kebesaran kerajaan, memang secara adatnya harus dibunyikan, minimal sekali setahun digelar," paparnya.
Sementara itu Meriam Lelo tersebut, merupakan peninggalan kerajaan sudah secara turun-temurun.