Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki
TRIBUNNEWS.COM, BANJARNEGARA - Melintasi jalan provinsi di ruas Dusun Jemblung, Sampang Karangkobar tak ayal membuat bulu kuduk merinding
Sebuah bukit hijau terlihat gundul sebagian karena materialnya runtuh di masa silam.
Pemandangan itu selalu membawa ingatan pada salah satu tragedi terbesar dalam sejarah masyarakat Banjarnegara.
Jumat menjelang magrib, tanggal 12 bulan ke 12 tahun 2014 lalu, bukit Telagalele runtuh dan mengubur sebuah dusun di bawahnya, Dusun Jemblung Desa Sampang Karangkobar.
Seratusan warga tewas tertimbun atau hilang karena musibah yang tak pernah terduga itu.
Empat tahun berlalu, warga yang selamat dari bencana itu kini telah pindah tinggal ke desa lain untuk memulai hidup baru.
Baca: Tiga Lumbung Logistik Partai Gerindra Untuk Usung Prabowo Dalam Pilpres 2019
Tetapi jejak mengerikan bencana itu masih kentara hingga sekarang.
Dusun yang dulu dipenuhi rumah-rumah penduduk kini berubah jadi kebun belantara.
Lereng yang dulu datar untuk pemukiman kini jadi bergunduk-gunduk karena tertimbun material longsor.
Dengan kondisi topografi yang berubah, warga tak lagi bisa mengenali batas tanah milik mereka.
"Warga yang selamat sudah pindah ke hunian tetap. Tanah milik mereka yang sudah tertimbun longsor sudah tidak dikenali,"kata Irma, warga Desa Sampang Kecamatan Karangkobar
Memanfaatkan kembali tanah bekas bencana untuk pemukiman tak mungkin dilakukan.
Setiap jengkal tanah adalah alarm kenangan yang hanya akan mengulang kesedihan.
Di dalam tanah itu, barang kali masih ada jasad keluarga yang belum sempat ditemukan. Juga harta benda yang sudah tak diharapkan pulang. Material tanah itu juga mungkin, telah bercampur darah dan air mata.