Laporan Wartawan Banjarmasin Post Hanani
TRIBUNNEWS.COM, BARABAI - Warga di lingkungan Balai Adat Pantai Mangkiling, Desa Datarajab, Kecamatan Hantakan, Hulu Sungai Tengah resah.
Pasalnya, saat ini marak penebangan kayu hutan secara liar.
Pelaku penebangan warga luar desa yang bekerjasama dengan seorang pengusaha kayu dari kecamatan setempat.
Kayu tersebut diambil dari desa Mangkiling, selanjutnya dibawa menggunakan sepeda motor, atau biasa disebut warga setempat pakai andang, yaitu kayu yang dijepitkan di sisi kanan dan kiri motor.
Setelah diturunkan dari Mangkiling, kayu yang diangkut dengan motor itu kemudian diturunkan di Desa Papagaran, untuk selanjutnya diangkut ke Desa Timan, dan ditumpuk di sana.
"Aktivitas penebangan ini sebenarnya sudah pernah dilakukan pada 2016-2017 lalu, dan sempat berhenti. Tapi kembali ramai dilakukan sejak enam bulanan ini,"keluh Darsani, warga Pantai Mangkiling, kepada Banjarmasinpost.co.id, Kamis (12/7/2018).
Dijelaskan, setelah ditumpuk di desa Timan, malam harinya kayu gelondongan itu dijemput menggunakan truk-truk milik salah satu pengusaha di Hantakan berinial SL.
Baca: Tolak Penebangan Kayu, Warga Berencana Beli Hutan Negara
"Kami warga Mangkiling benar-benar khawatir atas pembabatan kayu terus menerus ini. Jenis kayu yang ditebang adalah Meranti, ukuran besar, dimana satu pohon lebih 10 kubik,"ungkap Darsani.
Dijelaskan, Pantai Mangkiling masuk kawasan penyangga air di bagian hulu HST. Sejak beberapa tahun silam, warga setempat sudah melakukan penolakan keras atas upaya eksploitasi hutan setempat, yang saat itu mau dilakukan oleh PT Sigaling, dan PT Daya Sakti, hingga akhirnya eksploitasi itupun batal dilakukan setelah melalui advokasi berbagai pihak.
Baca: Susunan Pemain Timnas U-19 Indonesia vs Malaysia di Semifinal Piala AFF 2018, Egy Maulana Starter
"Sekarang dengan bebasnya mereka melakukan penebangan, tanpa tersentuh hukum. Warga kami yang memprotes justru malah diganggu premannya. Belum lama tadi ada warga yang memantau aktivitas mereka dan berupaya mengambil foto, justru sepeda motornya dirusak, dikempesi," kata Darsani.
Darsani menyesalkan, jika penebangan ini makin parah dan tak terkendali, yang dirugikan kata dia justru masyarakat HST secara luas. "Kalau kami tinggal di atas, mungkin tidak merasakan langsung kebanjiran,"katanya.
Rasa tanggung jawab dan komitmen menjaga kelestarian hutan untuk keseimbangan alam, yang ditanamkan nenek moyang masyarakat adat sejak dulu, kata Darsani membuat dia dan warga lainnya merasa geram sekaligus khawatir dampak yang ditimbulkan jika hal tersebut dibiarkan.