Kemampuan dasar ini mutlak harus dikuasai sebelum orangutan bisa dikembalikan ke habitatnya sehingga jika orangutan dilepas atau dikembalikan ke habitatnya bisa tetap melangsungkan hidupnya seperti orangutan liar lainnya.
Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor mengatakan banyaknya kegiatan pembukaan lahan membuat orangutan terfragmentasi. Sehingga sulit memperoleh pakan yang akibatnya banyak masuk ke area aktifitas manusia.
“Sinergitas antara pihak pemerintah, masyarakat hingga private sector perlu dijalin baik agar kelestarian satwa liar tetap terjaga,” kata Sadtata melalui rilis Heribertus Suciadi Media and Communication IARI kepada wartawan.
Ketua Program IAR Indonesia Tantyo Bangun mengungkapkan populasi orangutan sekitar 80 persen berada di luar daerah konservasi seperti kebun dan hutan produksi.
Diperlukan partisipasi semua pihak agar populasi orangutan dapat terkelola baik.
“Satu di antara caranya menjaga hutan yang tersisa dan menciptakan koridor satwa liar. Sehingga peristiwa terlantarnya bayi orangutan ini dapat dihindari,” kata Tantyo.
Ia menambahkan sejak 2008 IAR Indonesia terus tumbuh sebagai lembaga non-profit bergerak di bidang kesejahteraan dan perlindungan. Serta pelestarian satwa liar di Indonesia dengan berbasis pada upaya Rescue, Rehabilitation, Release dan Monitoring.
IAR Indonesia berkomitmen pada penyelamatan dan rehabilitasi dan perlindungan primata Indonesia seperti kukang dan monyet. Serta orangutan dengan menjalankan dua pusat rehabilitasi di Bogor, Jawa Barat dan Ketapang, Kalimantan Barat.
Untuk mendukung upaya tersebut IAR Indonesia fokus pada dua hal yakni perlindungan dan keterhubungan habitat di tingkat lanskap serta mendorong penegakan hukum dari aktivitas perdagangan satwa illegal melalui kerjasama dengan instansi pemerintah.
Misalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Serta unit-unit pelaksana di daerah, sektor swasta, Pemda, LSM hingga masyarakat lokal. Hal ini juga senantiasa diiringi dengan penyadartahuan masyarakat dan pemberdayaan komunitas lokal.