Laporan Wartawan Tribun Jabar, Yongky Yulius
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Mengenakan blazer, sepatu formal, dan memoles wajahnya dengan riasan, Shelvi tampak seperti mahasiswa.
Namun siapa sangka, perempuan berumur 24 tahun itu adalah adalah dosen di Prodi Administrasi Bisnis, Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Kota Bandung.
Saat ditemui Tribun Jabar di kampus yang berlokasi di Ciumbuleuit, Kota Bandung itu, Shelvi pun bercerita mengenai awal mulanya dia ditawari untuk menjadi dosen.
Perempuan asal Cileunyi ini mengatakan, sudah menjadi dosen sejak awal tahun 2017.
Sebelum menjadi dosen, dia rupanya sudah dipercaya menjadi asisten dosen semasa berkuliah di prodi dan kampus yang sama.
"Saya itu kuliah di sini angkatan tahun 2012 prodi administrasi bisnis. Pertama ngajar itu saya di semester lima di perpajakan sebagai asisten dosen. Nah, pas mau lulus tahun 2016, sekretaris prodi saya menawari saya untuk mencoba apply jadi dosen luar biasa di Unpar," ujarnya di perpustakaan kampus Unpar, Selasa (7/8/2018).
Awalnya perempuan yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara ini ragu karena belum memiliki ijazah S2.
Baca: Raffi Ahmad Teringat Kisah Unik Almarhum Sang Ayah Saat Santam Martabak Terlezat di Bandung
"Karena orangtua bilang hanya membiayai S1 saya saja. Sedangkan, saya baru lulus, uang dari mana (untuk bayar kuliah S2? Jadi, awalnya saya ragu karena saya tidak memenuhi kualifikasi sebagai dosen," kata Shelvi.
Namun, sekretaris prodi yang menawarinya untuk menjadi dosen luar biasa itu akhirnya memberikan solusinya.
Perempuan yang saat ini mengajar mata kuliah akuntansi, perpajakan, bisnis dan lingkungan itu ditawari untuk mengikuti program kaderisasi dosen.
"Jadi, kaderisasi dosen itu, program yang mana mahasiswa lulusan S1 Unpar yang sudah siap ngajar, dikasih kesempatan studi lanjut di Unpar tapi diberi gaji walaupun belum sepenuhnya kerja. Gajinya itu untuk biaya kuliah selama S2 di Unpar," ujar Shelvi.
Akan tetapi, gaji dari kaderisasi dosen dirasa masih belum mencukupi biaya kuliah S2 yang harus dibayarkan olehnya.
Tak patah semangat, upaya lain pun dilakukan sehingga Shelvi mencoba untuk mengikuti program beasiswa unggulan.
"Nah, jadi, beasiswa unggulan ini membantu lulusan S1 kalau mau S2 di Unpar lagi. Manfaatnya, yang dapat beasiswa, beban biaya SKS-nya dikurangi. SKS S2 itu kan bayarnya Rp 1 juta. Berkat beasiswa ini bayarnya cuma Rp 270 ribu saja. Selain itu, berkat beasiswa ini, jadi cuman bayar biaya pembangunan di awal saja," kata perempuan berambut panjang ini.
Shelvi pun berhasil mengikuti program kaderisasi dan program beasiswa unggulan.
Baca: Ombudsman RI Selesaikan Masalah Mahasiswi IPB Terkait Beasiswa yang Dicabut Pemkab Simalungun
Selain karena IPK-nya tergolong tinggi saat lulus S1, yaitu 3,86, dia juga berhasil lulus di beberapa tahapan seleksi.
"Masukin kaderisasi dan beasiswa unggulan itu apply-nya tahun 2016 akhir. Saya diseleksi sekitar enam bulan. Mulai dari wawancara prodi, fakultas, sampai yayasan," ujar perempuan berkulit cerah ini.
Shelvi mengaku, tak ada jeda waktu libur saat dia lulus S1 lalu masuk ke S2.
Dia wisuda S1 pada Oktober 2016 dan diterima S2 pada Agustus 2016.
"Di awal 2017, malah saya harus kuliah S2 sembari ngajar mahasiswa S1. Jadi harus memposisikan sebagai mahasiswa saat sore hari, pagi hari sebagai dosen, dan siang hari rapat," ujarnya.
Singkat cerita, saat ini, Shelvi sudah lulus S2 pada awal tahun 2018.
Dia pun mengaku sedang berupaya lulus tes potensial akademik (TPA) agar bisa menjadi dosen tetap di Unpar.