News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

JPU Sebut Ada Fee ke Anggota DPRD Balikpapan

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi sidang di Pengadilan Tipikor

TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA ‑ Pengusutan perkara dugaan korupsi rumah potong unggas (RPU) di Balikpapan mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda. Sidang perdana dengan agenda pembacaan berkas dakwaan terhadap tiga terdakwa.

Dari enam terdakwa, Pengadilan Tipikor bertahap menyidangkan perkara tersebut. Tiga terdakwa yang disidang, Selasa (6/11) kemarin, yakni M Yus (pengguna anggaran/PA), Nor (kuasa pengguna anggaran/KPA), dan Amb (seorang broker tanah).

Tiga terdakwa lainnya yakni, Rat (Kasi Kesehatan Masyarakat Veteriner DPKP Balikpapan), Slm (penerima ganti rugi lahan), dan Cha (Kepala DPKP).

Tiga orang ini akan menjalani pembacaan dakwaan, Rabu (7/11) di Pengadilam Tipikor Samarinda, Jalan M Yamin. Majelis hakim Tipikot telah menjadwalkan sidang bergantian dari enam terdakwa dengan registrasi Nomor 44‑49/Pid.Sus‑TPK/2018/PN Smr.

Dalam dakwaan yang dibacakan JPU yang dipimpin Jaksa Enang Sutardi itu, disebutkan, kasus ini bermula pada 2014 lalu.

Enang membeberkan, bahwa DPKP Balikpapan mewacanakan pembangunan RPU dengan rancangan kerja anggaran (RKA) yang memerlukan anggaran Rp 3,5 miliar.

Usulan itu, disusutkan Pemkot Balikpapan menjadi Rp 2,5 miliar dan baru diusulkan pada APBD murni 2015.

Namun usulan itu berubah menjadi Rp 12,5 miliar, saat pembahasan anggaran oleh tim anggaran pemerintah daerah dan badan anggaran (banggar) DPRD Kota Balikpapan.

Berdasarkan berkas dakwaan, estimasi anggaran pembangunan RPU itu berubah setelah diusulkan AW, anggota DPRD Balikpapan. Usulan perubahan itu disetujui peserta rapat.

"Usulan itu diajukan AW agar pembebasan lahan bisa tuntas satu tahun anggaran dan juga mempermudah dewan bagi‑bagi fee ke anggota DPRD Balikpapan," ucap jaksa Enang membeberkan, sambil membacakan berkas dakwaan tuntutan setebal 42 lembar itu.

Enang menambahkan, usulan itu menjadi adanya perubahan anggaran yang dituangkan dalam notulensi rapat banggar dengan instansi pemerintah. Bukti notulen tercatat pada 24 November 2014.

Sidang pembacaan dakwaan yang dipimpin majelis hakim Burhanuddin selaku ketua, Joni Kondolele dan Ukar Pryambodo sebagai hakim anggota diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 11 miliar.

Tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejati Kaltim, Kejari Samarinda dan Kejari Balikpapan yang mengawal perkara ini menerapkan pasal untuk terdakwa dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU 31/1991 yang diperbarui dalam UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Namun tim JPU membedakan untuk menerapkan pasal yang didakwakan untuk Amb (makelar tanah). JPU memberikan dakwaan alternatif.

Selain UU Tipikor, terselip pula Pasal 3 dan Pasal 8 UU 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Sementara, jaksa Melva yang bergantian membacakan dakwaan menyebutkan, AW makin aktif dalam pembahasan itu.

Bahkan meminta stafnya untuk membuat rekening baru di dua bank berbeda atas nama stafnya itu untuk menyimpan uang dari proyek tersebut.

"Langkah ini diambil agar AW selaku anggota dewan tak dicurigai memiliki rekening gendut," giliran jaksa Melva membaca.

Sementara peran Amb juga dibeberkan. Pada 2014, sebelum pembahasan APBD murni 2015 itu, Amb mengetahui jika pemkot memiliki rencana membebaskan lahan tersebut.

Ia berinisiatif mencari lokasi lahan untuk RPU di kawasan Pulau Balang KM 13, Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara bersama tersangka Ros (masuk dalam daftar pencarian orang/DPO).

Perempuan yang kini DPO inilah yang mempertemukan Amb dengan Ramsyah, pemilik lahan dengan luas sekitar 46 ribu meter persegi di kawasan itu.

Keduanya tersangka, mengajak Slm (tersangka lain) untuk mengakui lahan milik Ramsyah itu merupakan miliknya dengan kompensasi untuk Slm Rp 600 juta.

Kedua orang ini (Amb dan Ros) pula yang membuatkan surat seolah‑olah lahan itu sudah dibeli Slm pada 2 Februari 2006 dan dibuatkan warkah tanah sehingga bisa dibebaskan DPKP.

"Bapak cukup duduk manis di rumah, santai saja, kami semua yang kerjakan," ucap jaksa Melva menirukan perkataan Ros ke Slm kala itu.

Kedua broker lahan itu mempertemukan Ramsyah dan Slm untuk membahas jual‑beli lahan tersebut.

Ros pun menyodorkan kuitansi bertanggal 2 Februari 2006 kepada Ramsyah sebagai bukti pembelian lahan itu dengan harga Rp 150 juta.

Meski akhirnya selepas dana pengadaan lahan cair, lahan itu dibeli dengan harga Rp 200 juta. (bud/dro)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini