TRIBUNNEWS.COM, JEMBER - Ratusan mahasiswa Universitas Jember (Unej) menyuarakan dukungan menolak terhadap pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah.
Dukungan ini disampaikan melalui petisi online di akun facebook CHRM2 UNEJ yang dilakukan serentak menyuarakan “Kami Mahasiswa Universitas Jember, Mendukung Tolak Pabrik Semen di Gunung Kendeng. Salam Kendeng, Lestari”.
Dukungan ini diberikan selepas acara Kuliah Bersama Rakyat di Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej), Kamis (15/11/2018).
Universitas Jember melalui Centre for Human Rights, Migration and Multiculturalism (CHRM2 UNEJ) memberikan dukungannya terhadap masyarakat Rembang dengan menyelenggarakan Kuliah Bersama Rakyat bertema “Negara Hukum, Kemanusiaan, dan Ekologi” di Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej).
Kuliah tersebut mendatangkan beberapa narasumber, di antaranya Gunretno (Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendengan – JMPPK) dan Yateno (Ketua Paguyuban Petani Jawa Timur, Banyuwangi).
Al-Khanif, Ketua CHRM2 Universitas Jember menyampaikan latar belakang mengadakan kuliah kali ini.
“Kuliah kali ini kami adakan agar dapat memberikan wawasan dan perspektif yang berbeda kepada mahasiswa kami, sehingga para mahasiswa dapat mengetahui secara langsung bagaimana duduk permasalahan yang ada dari para narasumber,” kata Al-Khanif.
Dalam kuliah yang diberikan, kedua narasumber menceritakan bagaimana kebijakan pemerintah untuk berbagai konflik agraria yang ada saat ini masih belum dapat melindungi kepentingan rakyat termasuk menjaga kelestarian lingkungan.
Gunretno menyampaikan, pentingnya pemahaman mengenai fungsi suatu kawasan perlu disebarluaskan dan disosialisasikan kepada masyarakat, dalam bahasan kali ini adalah fungsi kawasan karst di Pegunungan Kendeng.
Karst yang selama ini dianggap panas dan gersang ternyata memiliki banyak fungsi yang sangat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan.
“Masyarakat termasuk para pemangku kepentingan perlu mengetahui fungsi kawasan karst agar mereka menjadi cinta terhadap kelestarian lingkungan."
"Karst yang selama ini dianggap hanya gundukan batu panas dan gersang justru memiliki fungsi penyimpan cadangan air ketika musim hujan. Di mana satu kubiknya dapat menyimpan cadangan air sebanyak 200 liter,” papar Gunretno.
Lebih lanjut, Gunretno menyampaikan keluh kesahnya mengenai proses pembangunan pabrik semen yang masih kontroversial hingga detik ini.
“Berbagai aksi terus kita perjuangkan demi menjaga kelestarian kawasan Pegunungan Kendeng, hingga akhirnya muncul KLHS dari presiden."
"Namun kajian tersebut nyatanya masih belum dapat terealisasi dengan baik di lapang. Seharusnya tetap ada pengawalan di lapang agar keputusan presiden tersebut dapat berjalan dengan baik,” papar Gunretno.
Gunretno lantas menambahkan pentingnya aksi untuk membongkar segala manipulasi yang dilakukan pada pembangunan pabrik semen di Kendeng guna menjaga kelestarian lingkungan demi anak cucu. Disinilah peran mahasiswa dan akademisi sangat dibutuhkan.
Sedang Yateno menambahkan selama ini program CSR dari beberapa perusahaan tidak memberikan dampak positif yang bisa dirasakan masyarakat.
Bahkan untuk beberapa proses seperti penyusunan AMDAL, masyarakat terkait justru tidak dilibatkan dengan baik.
Di sinilah kehadiran pemerintah sangat dibutuhkan untuk dapat tegas terhadap para investor atau pemangku kepentingan.
“Seringkali ketika penyusunan AMDAL, masyarakat yang merasakan dampak langsung hanya dijadikan legitimasi."
"Ya hanya sekedar formalitas, kami datang menyampaikan aspirasi kami untuk kelestarian lingkungan, namun faktanya apa yang kami sampaikan tidak tercantum satu pun di dalam AMDAL yang disusun. Ada manipulasi data yang dilakukan oleh pemangku kepentingan,” tambah Yateno.