TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Bripka Andreas Dwi Anggoro masih tergolek lemas di salah satu ruang rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jawa Timur, Selasa (27/11/2018).
Mata bagian kanannya masih dilapisi perban yang ditahan oleh perekat. Di ruang Anggrek 4, anggota Satlantas Polres Lamongan itu hanya ditemani Maya Puspitasari, isterinya, yang menemaninya sejak dia dirawat sepekan terakhir.
Senin (26/11/2018) kemarin, tim dokter baru saja membuka jahitan di kelopak mata kanannya, bekas luka terkena tembakan peluru kelereng yang ditembakkan dengan ketapel kayu.
"Lumayan, tapi penglihatan masih belum jelas, hari ini rencananya masih diperiksa lagi oleh dokter," kata polisi berusia 35 tahun itu.
Bripka Andreas masih ingat betul saat-saat dirinya mengejar pelaku penyerang pos lalu lintas, yang tidak jauh dari lokasi Wisata Bahari Lamongan di Kecamatan Paciran Selasa pekan lalu.
Saat itu dirinya mengaku sedang duduk bersama beberapa satpam, tidak jauh dari lokasi pos lantas. Tiba-tiba ada 2 orang berboncengan melempar kaca pos sampai pecah.
"Saya reflek langsung mengejar pelaku dengan motor," kata Andreas.
Andreas sempat mendekat di posisi pelaku dan meminta keduanya berhenti. Bukannya berhenti, malah pria yang dibonceng yang belakangan diketahui sebagai Eko Ristanto, menembak Andreas dengan ketapel berpeluru kelereng.
"Sekitar 5 meter jarak saya dengan penembak, banyak peluru yang ditembakkan, tidak semua kena, ada yang ke dada kiri saya dan ke mata kanan," ucapnya.
Meski mata kanannya berdarah terkena tembakan peluru kelereng, Andreas tidak berhenti mengejar pelaku. "Justru saya semakin ingin mengejarnya sampai tertangkap," kata Andreas.
Usahanya tidak sia-sia, setelah sekitar 6 kilometer mengejar pelaku, berkat bantuan warga, akhirnya pelaku tertangkap setelah Andreas menabrakkan motornya ke motor pelaku.
Andreas mengaku apa yang dilakukannya itu sebagai kewajiban seorang polisi dalam menjamin keamanan bagi masyarakat.
"Ini kan memang tugas saya," akunya.
Kelompok radikal