TRIBUNNEWS.COM, LAMONGAN - Binatang lipan atau yang biasa disebut kelabang adalah hewan yang banyak dihindari bagi siapapun yang menjumpai.
Umumnya mereka takut sengatannya yang berbisa dan dapat menyebabkan bengkak jika terkena gigitan atau sengatannya.
Tapi nampaknya itu bukan menjadi penghalang berarti bagi para pemburu kelabang.
Kelabang tangkapan laku dijual dan hasilnya sangat menjanjikan.
Ternyata sang pemburu kelabang, Isyom Basuni, warga Desa Sidomulyo, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan ini sudah hampir tiga tahun menekuni pekerjaan berburu kelabang.
Hampir setiap malam ia menyusuri area persawahan untuk berburu kelabang, tanpa takut terkena sengatan hewan buruannya.
"Ya sudah 3 tahun terakhir, saya berburu kelabang," kata Isyom kepada TribunJatim.com, Sabtu (15/12/2018).
Hanya saja, perburuan itu tidak ia lakukan sepanjang musim. Namun hanya musim penghujan Isyom mencari kelabang.
Kalau musim kemarau susah mendapatkan kelabang, karena tidak banyak yang keluar.
Hanya berbekal alat yang sangat sederhana, yakni sumpit panjang untuk menangkap kelabang dan senter kepala untuk penerangan, Isyom memulai berburu hewan yang lebih banyak beraktivitas di malam hari (nokturnal) tersebut.
Ia pun tak lupa membawa kaleng berisi air yang dicampur deterjen sebagai wadah, sekaligus untuk mematikan kelabang yang sudah ditangkap.
Biasanya, pasca turun hujan lebih banyak kelabang yang keluar dari sarangnya, keluar dari sela tanah, tumpukan daun dan ranting.
Isyom tergolong warga yang cukup rajin, karena pria ini juga memiliki usaha penggilingan padi ini.
"Berburu kelabang ada sensasi, selain menghasilkan," katanya.
Biasanya Isyom berburu mulai pukul 19.00 WIB hingga pukul 23.30 WIB malam.
Dalam sekali berburu, Ia mengaku dapat mengumpulkan hingga 60 ekor kelabang.
"Paling sedikit 25-30 ekor, kalau lagi banyak bisa mencapai 60 ekor," katanya.
Binatang yang memiliki nama lain Centipede ini, kata Isyom, memiliki harga jual yang cukup tinggi di tingkat pengepul, yakni Rp 3.100 per ekor untuk kelabang berukuran sebesar jari kelingking orang dewasa.
"Per ekor harganya Rp 3.100, lumayan untuk tambahan penghasilan," ungkap Isyom.
Lebih lanjut Isyom mengatakan, dari tangan pengepul, binatang yang memiliki sepasang kaki di setiap ruas dalam tubuhnya itu dijual lagi ke China, katanya untuk bahan ramuan obat.
"Katanya kelabang itu dijual ke China, untuk ramuan obat," katanya.
Menurut Isyom, selama ia berburu kelabang, belum pernah ada yang ditolak.
Yang penting diusahakan binatang itu tak rusak, dalam artian hancur.
Tren harganya juga terus merangkak naik.
Dari pertama memburu tiga tahun lalu sampai hendak menginjak tahun ke empat ini, harganya naik terus.
Ditanya, apakah punya obat penawar kalau sampai disengat ? Isyom mengakui ada dan sangat mudah mengatasinya.
Sengatan kelabang itu tidak seperti bisa ular.
"Paling sakit dan bengkak saja," katanya.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Begini Kisah Sang Pemburu Lipan dari Lamongan, Ada Sensasi Berburu Lipan Hingga Dijual ke China