Selanjutnya, ada debu vulkanik dengan intesistas tebal berwarna hitam berketinggian 200-500 meter dan suara dentuman terdengar sampai pos pantau.
"GAK juga teramati mengeluarkan awan panas ke arah selatan yang sudah mencapai lautan," terang Andi. Peningkatan status GAK menjadi siaga ini, kata dia, juga pernah terjadi saat krisis pada tahun 2007 dan 2012 lalu.
Gelombang Tinggi
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Maritim juga telah mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi yang berpotensi terjadi perairan Indonesia, termasuk Selat Sunda.
Kepala Stasiun Maritim BMKG Lampung Sugiono mengatakan, peringatan dini gelombang tinggi tersebut berlaku sejak 27 Desember 2018 pukul 07.00 WIB hingga 30 Desember 2018 pukul 07.00 WIB.
Menurutnya, terdapat pola tekanan rendah 1002 hPa dan 1008 hPa di Samudera Pasifik utara Papua dan Laut Cina Selatan.
Pola angin di Indonesia, umumnya bergerak dari barat daya ke barat laut dengan kecepatan angin berkisar antara 5 sampai 25 knot.
"Kecepatan angin tertinggi terpantau di Selat Sunda, Perairan Kepulauan Seribu, Laut Sulawesi, Perairan Kepulauan Sangihe-Kepulauan Talaud, Perairan utara Halmahera, dan Laut Banda. Kondisi tersebut mengakibatkan peningkatan tinggi gelombang di sekitar wilayah tersebut," kata dia.
Tinggi gelombang 1,25 meter hingga 2,5 meter berpeluang terjadi beberapa titik di antaranya di perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian Selatan dan perairan selatan Banten hingga Jawa Barat.
Sugiono menjelaskan, harap diperhatikan resiko tinggi terhadap keselamatan pelayaran. Seperti, perahu nelayan, kapal tongkang, kapal feri, dan kapal ukuran besar seperti kargo atau kapal pesiar.
Meski demikian, Sugiono mengatakan, kondisi tersebut belum mengganggu pelayaran di Pelabuhan Bakauheni.
Sejauh ini, kata Sugiono, arus penyeberangan di Pelabuhan Bakauheni masih normal.
"Sampai saat ini masih normal. Peringatan dini gelombang tinggi belum berdampak sampai ke sana (Bakauheni)," kata Sugiono.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mengimbau masyarakat untuk menghindari wilayah pantai untuk mengantisipasi kemungkinan tsunami susulan.