TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya menggelar aksi di depan gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jumat (25/1/2019).
Aksi itu digelar untuk mendesak agar Presiden Jokowi mencabut keputusan memberi remisi kepada Susrama, terpidana seumur hidup yang dipenjara karena menjadi otak sekaligus pelaku pembunuhan sadis terhadap AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, jurnalis Jawa Pos Radar Bali asal Bali.
Sebelumnya Susrama divonis penjara seumur hidup. Namun pada Desember 2018, setelah Susrama dipenjara hampir 10 tahun, dia mendapat remisi pengurangan masa hukuman menjadi 20 tahun. Alasannnya, Susrama berkelakuan baik selama menjalani masa hukuman.
Miftah Faridl, ketua AJI Surabaya, mengatakan bahwa aksi ini digelar karena AJI merupakan bagian dari organisasi yang mengadvokasi kasus pembunuhan terhadap Prabangsa pada 2009 silam.
"Ketika menerima remisi ini kami kaget, karena remisi ini meruntuhkan banyak perjuangan yang sudah kita lakukan sama-sama dengan masyarakat di Bali."
"Sudah divonis jaksa menuntut hukuman mati, ternyata hakim vonis hukuman seumur hidup, kemudian 2019 malah Presiden remisi dari hukuman seumur hidup, jadi 20 tahun," katanya.
Menurut Farid dari kacamata hukum, pemberian remisi bukan soal administratif saja. Melainkan soal siapa yang membunuh, siapa yang dibunuh, apa yang membuat pembunuhan itu terjadi.
"Harusnya pemerintah tidak hitam putih, ini jadi momentum sebenarnya, karena banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang berujung kematian tidak terungkap."
"Kasus udin di Jogja, dibunuh pejabat daerah tahun 1996 sampai sekarang tidak terungkap. Kasus Ridwan Salamun, banyak kasus, begitu kekerasan terhadap jurnalis terungkap semua rantai hanya terucap di vonis pengadilan, ternyata sekarang diampuni oleh pemerintah," terangnya.
Farid melanjutkan, aksi ini sekaligus menegaskan jika jurnalis bukan soal-soal pekerjaan, bukan soal profesi tapi juga soal hak publik untuk tahu.
Menurutnya, kebanyakan kasus kekerasan yang dialami teman-teman jurnalis karena berhubungan dengan penyimpangan yang dilakukan para pejabat dan orang-orang sekitarnya.
"Bayangkan kalau orang yang kemudian diintimidasi dibunuh, itu salah satu bentuk intimidasi buat kita, kita semua yang ada di Indonesia."
"Kalau pembunuhan terhadap jurnalis ini karena mengungkap kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh pemerintahan, kemudian dihukum dan kemudian pemerintah memberikan ampunan ini kan kayak lingkaran setan. Artinya kekerasan jurnalis nggak akan pernah berhenti," pungkasnya.
Aksi yang dilakukan AJI Surabaya ini juga digelar secara serentak di AJI kota/kabupaten lain di Indonesia.