Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - - Sejumlah faktor melatarbelakangi keluarnya SK Nomor 25/MENLHK / Setjen/PLA. 2 /1/ 2018 Tanggal 10 Januari 2018 tentang Perubahan Fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan dari sebagian kawasan Cagar Alam Kamojang.
Seperti diketahui, SK itu menuai kontra dari aktifis lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Cagar Alam. Mereka berunjuk rasa di kantor BKSDA Jabar, Kamis (14/2).
"Pertama, faktor kerusakan lingkungan. Kawasan itu sudah terdegradasi oleh perambahan liar dan sudah ditinggalkan. Dengan status cagar alam, manusia tidak boleh beraktifitas disana karena bisa memicu kerusakan lingkungan. Sedangkan untuk memulihkan kerusakan lingkungan disana, perlu campur tangan manusia untuk mempercepat pemulihan ekosistem kembali ke semula," ujar Kepala BKSDA Jabar, Ammy Nurwati di kantornya.
Kontruksi konsep cagar alam menurut aturan undang-undang membatasi gerak manusia untuk beraktifitas.
Merujuk pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pasal 1 angka 10 menyebut cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
Di Pasal 17 ayat 1-nya, disebutkan soal di cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang.
Baca: Kehidupan Puput Carolina Terusik oleh Nikita Mirzani
"Artinya, kegiatan di luar itu dibatasi. Sedangkan kondisi kerusakan disana perlu direstorasi oleh campur tangan manusia," kata dia.
Kedua, kata Ammy, Cagar Alam Kamojang dan Papandayan memiliki kandungan air yang melimpah yang bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar.
"Kemudian masalah pemanfaatan air. Di Cagar Alam Kamojang dan Papandayan ini, terdapat sumber air yang bisa dimanfaatkan warga. Untuk mengakses dan mengelola air untuk kepentingan bersama itu, juga perlu campur tangan manusia. Agar manusia bisa memanfaatkannya, bisa dilakukan jika bukan bentuknya cagar alam," kata dia.
Selain dua faktor itu, ada faktor ketiga lainnya yang melatar belakangi. Yakni, pengembangan energi panas bumi di kawasan Cagar Alam Kamojang dan Papandayan. "Itu untuk kepentingan strategis nasional yang pemanfaatannya untuk energi listrik di Jawa dan Bali," kata Ammy.
BKSDA Jabar membantah tudingan aktifis lingkungan yang menyebut terjadi penurunan status cagar alam ke taman wisata alam. Ia menjelaskan, Cagar Alam Kamojang memiliki luas 8,108 hektare. Dalam SK itu, 2,391 hektare diantaranya berstatus jadi taman wisata alam. Sehingga, luasan Cagar Alam Kamojang menjadi 5,717 hektare.
"Sedangkan Cagar Alam Papandayan, luasan totalnya 7,807 hektare. Yang diubah jadi taman wisata alam seluas 1,991 hektare. Sisanya yang masih berstatus cagar alam seluas 5,816 hektare," ujar Ammy.
Jika ditotal, luasan cagar alam Kamojang dan Papandayan yang jadi taman wisata alam yakni seluas 4,382 hektare dari total luas cagar alam keduanya yakni 15,915 hektare.