Pembangunan akses jalan tersebut dinilainya penting untuk konektivitas.
Terlebih saat Borobudur sudah ditetapkan menjadi Kawasan Strategis Pengembangan Pariwisata Nasional (KSPN).
"Kami dukung pariwisata dengan akses dan konektivitas jalan agar dapat terhubung," katanya.
Pembicaraan dengan Dirjen Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum (Kemenpu) terus dilaksanakan. Bahkan, komunikasi ini dilaksanakan seminggu sekali.
"Hal ini untuk terus menggodok trase jalan tol yang akan dilalui."kata Sekda DIY, Gatot Saptadi, Kamis (28/3/2019).
Pada intinya, persoalan tol yang masuk dalam program strategis nasional jangan sampai ada jaringan jalan terputus. Jadi, kata dia, jalan tol ini tidak mungkin mandeg, atau hilang kemudian muncul lagi dan nyambung.
Salah satu point yang tetap diperhatikan oleh Pemda DIY, diantaranya adalah situs yang berada di sekitar kawasan Prambanan. Selain itu, kata Gatot, ada rakyat yang perlu diidentifikasi atau dipertimbangkan secara sosial dan ekonomi.
“Intinya, adanya tol justru menyelesaikan masalah ekonomi masyarakat bukan menambah masalah. Misalnya, rest area konsepnya jangan ujung-ujungnya yang masuk bisnis frenchise skala besar dan internasional,” jelasnya.
Gatot menjelaskan, gagasan atau konsep rest area natural bukan tempat kunjungan yang diciptakan, tetapi diarahkan. Misalnya, dari jalan tol ini bisa mengarahkan ke Manding yang berada di jalan Parangtritis atau Kotagede.
“Monggo dengan pendekatan teknis yang sesuai regulasi. Ada jarak tidak boleh terlalu dekat,” urainya.
Persoalan situs pun masih terus dikaji dan dipelajari. Hal ini karena ada empat alternatif jalan tol dari Yogya menuju exit tol di Manisrenggo, Klaten. Alternatif itu melalui Maguwoharjo menuju Tajem dan melewati utara Candi Sambisari. Atau, Maguwoharjo-Kalasan menuju utara Candi Sambisari dan berakhir di Manisrenggo. Alternatif lain dari selatan Candi Kedulan menuju Manisrenggo.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian PUPR, Sugiyartanto menjelaskan, pembangunan jalan tol Yogya-Solo ditargetkan bisa dimulai pada akhir tahun 2019. Hanya saja, untuk mencapai target tersebut, pihaknya memerlukan kepastian pilihan trase alternatif.
“Sampai saat ini trasenya masih belum final. Kami memerlukan kepastian pilihan trase alternatif karena kami masih harus menghitung dulu,” jelasnya.
Dia juga menyebut, investor juga pasti akan menghitung besaran investasi yang paling pas. Kemudian juga soal tanah. Konstruksi ini, ujarnya, juga tergantung kecepatan ketersediaan lahan. Pihaknya pun harus melaksanakan ground survey terus dppt.