TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Apriyanto (19), yang tinggal di seputaran Jalan Jati 1, Teladan Barat, Medan Kota, ditemukan tewas dengan tergantung di kamar kosnya, Jumat (26/4/2019) malam sekitar pukul 19.24 WIB.
Kapolsek Medan Kota Kompol Revi Nurvelani mengatakan, korban pertamakali ditemukan tewas oleh temannya.
"Ia memanggil Apriyanto dengan mengetuk-ngetuk pintu kamar korban namun, tidak ada jawaban yang terdengar dari dalam kamar korban," katanya.
Curiga karena tidak ada jawaban dari sang teman, Adi lantas mengintip dari jendela kamar korban dan mendapati korban sudah dalam kondisi tergantung.
Adi yang terkejut melihat temannya sudah dalam posisi gantung diri, lalu berteriak minta tolong dan datang warga sekitar tempat kost.
Warga sekitar rumah korban lalu mendobrak pintu kamar, dan melihat korban sudah tergantung menggunakan tali pinggang dalam kondisi tidak bernyawa.
Baca: Pria di Manado Ini Gantung Diri karena Istrinya Menikah Lagi
"Diduga korban nekat bunuh diri karena akan diputusin pacarnya," kata Revi, Sabtu (27/4/2019).
"Jadi, sebelum bunuh diri korban sempat video call dengan pacarnya sambil menggantungkan tali di lehernya," ungkap Revi.
Lebih lanjut, Revi menjelaskan bahwa saat ini pihaknya masih terus mendalami sembari mencari keterangan dari para saksi, apa motif yang membuat korban nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri.
"Saat ini kami masih mendalami kasus ini. Untuk mencari tahu penyebab korban nekat gantung diri termasuk mencari siapa teman dekat (pacar) korban," jelas Revi.
Pencegahan Bunuh Diri
Tahun lalu, Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) memperkirakan bahwa setiap 40 detik, seseorang di dunia mengakhiri hidupnya.
Angka tersebut setara dengan 800.000 juta jiwa setiap tahun yang kehilangan nyawa akibat bunuh diri.
Laporan tersebut menunjukkan makin banyak orang yang berpikir melakukan tindakan bunuh diri. Salah satu pemicu bunuh diri adanya depresi.
Baca: Idkar Tewas Gantung Diri, Tinggalkan Pesan Ikar Capek Nyusahin Mamak di Kertas Surat Suara Pemilu
"Orang yang depresi merasa tidak ada harapan akan kehidupan atau putus asa.
Kondisi ini diikuti dengan gejala lain seperti susah konsentrasi, malas, tidak bertenaga, tidak nafsu makan, dan sering ada ide untuk bunuh diri," kata dr Andr Sp.KJ kepada Kompas.com, Sabtu (18/03/2017).
Sayangnya, depresi sering kali tidak disadari kemunculannya. Bahkan oleh orang yang mengalaminya.
Itu karena para penderita depresi dan orang di sekitarnya tidak mengenali gejala depresi.
Dalam tulisannya di laman Kompas.com, Retha Arjadi, M.PSI menulis depresi bisa diartikan sebagai sebuah kondisi gangguan psikologis dengan ciri adanya perasaan sedih atau kekosongan mendalam.
Orang yang depresi biasanya merasa bahwa mereka seolah masuk ke dalam lubang yang dalam, gelap, dan sulit untuk keluar dari sana.
Tanda Depresi
"Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-V (DSM-V), diagnosis depresi dapat diberikan hanya melalui pemeriksaan oleh profesional, seperti psikolog/ psikiater," tulis Retha.
Meski begitu, seseorang bisa dikatakan mengalami depresi jika terjadi kemunculan atas setidaknya 5 gejala dari set gejala berikut selama dua minggu berturut-turut:
- Merasa tertekan (sedih, kosong)
- Kehilangan minat beraktivitas
- Nafsu makan/ berat badan terganggu
- Masalah tidur - Gangguan psikomotorik
- Merasa lelah atau tidak berenergi
- Merasa tidak berharga/ bersalah
- Sulit berpikir/ konsentrasi/ mengambil keputusan
- Berpikir tentang kematian atau mencoba bunuh diri.
"Kemunculan gejala-gejala tersebut biasanya mengganggu fungsi harian dan menurunkan produktivitas orang yang mengalaminya," tulis Retha.
"Keparahan tingkat depresi dapat ditentukan oleh jumlah gejala yang muncul dan intensitasnya," sambungnya.
Bisa Diatasi
Untuk menghindari keparahan depresi hingga berisiko bunuh diri, mengamati ciri awal gangguan mental ini sangat penting. Kapanpun gejala awal tersebut muncul, maka seseorang akan dapat langsung mengambil langkah untuk menanganinya.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Kementrian Kesehatan RI tahun 2013, sekitar 6 persen atau 16 juta jiwa mengalami gangguan mental emosional (depresi dan kecemasan).
"Itu hanya data yang dilaporkan, padahal gangguan jiwa seperti fenomena gunung es yang kelihatannya kecil tapi sebenarnya menyimpan potensi besar yang tak terlihat," kata Andri.
Depresi sebenarnya bisa diobati. Masyarakat bahkan bisa berobat secara gratis karena konseling atau pengobatan depresi juga ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Peran serta masyarakat juga diperlukan dengan lebih peka mengenali tanda-tanda depresi dan peduli jika ada perubahan perilaku pada orang terdekatnya.
"Intinya kita harus empati, menyadari bahwa depresi bisa terjadi pada siapa pun. Jangan ragu untuk berobat," kata Andri.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Retha.
"Perlu diingat bahwa penanganan depresi, terutama yang bersifat kronis, tentu paling disarankan untuk dikonsultasikan dengan profesional, seperti psikolog atau psikiater," kata Retha.
Meski menyarankan bantuan profesional, Retha tetap memberi tips sederhana yang dapat dilakukan untuk mengelola gejala depresi.
"Pada konteks depresi, penanganan mandiri yang dapat dilakukan antara lain menjalankan hobi secara rutin, berolahraga untuk mengelola kondisi fisik dan menenangkan pikiran, melakukan kegiatan yang menyenangkan setidaknya satu kali setiap hari atau ketika gejala depresi muncul, dan bercerita kepada orang yang dapat dipercaya untuk menumpahkan perasaan," kata Retha.
"Cara-cara tersebut dapat menjadi jurus yang sederhana namun ampuh untuk mengelola depresi, karena, ingatlah, pada dasarnya setiap orang mampu mengendalikan depresi, dan bukan sebaliknya, dikendalikan oleh depresi," tegasnya. (mak/tribun-medan.com)