"Kalau menunggu tiga tahun, lama sekali. Untuk itu, butuh revolusi pola tanam sehingga bisa mempercepat panen," ujar Paidi.
Tak mau sukses sendiri, Paidi tak pelit berbagi ilmu.
Ia membagi ilmu dari cara bertanam hingga memberikan informasi harga porang dengan membuat blog dan channel YouTube yang bisa diakses siapa pun.
"Saya buat tutorial di akun infoasalan atau paidiporang," ungkap Paidi.
Harapannya, ilmu yang dibagikan di media sosial itu dapat menarik petani di mana pun untuk mengembangkan porang.
Apalagi, porang gampang dikembangkan dan mudah untuk dipasarkan.
Ditanya omzet yang ia dapatkan dari pengembangan porang di Desa Kepel, Paidi mengatakan sudah mencapai miliaran rupiah.
Ingin umrahkan satu desa
Tak hanya ingin menularkan ilmu bertanam porang, Paidi juga menginginkan seluruh petani di desanya bisa berangkat umrah ke Tanah Suci tanpa membebani biaya apa pun.
Untuk mengumrahkan petani yang tidak mampu, Paidi memberikan bibit bubil (katak) sebanyak 30 kilogram gratis kepada petani.
Petani yang mendapatkan bantuan bibit dari Paidi harus menanam dan merawatnya hingga bisa meraih panen dalam jangka waktu dua tahun.
Bila dihitung, panen porang dengan bibit bubil 30 kg bisa menghasilkan Rp 72 juta.
“Uang hasil panen itu bisa untuk memberangkatkan umrah pasangan suami istri. Tetapi kalau panen lebih dari itu, sisa uangnya kami berikan kepada petani,” ujar Paidi.
Paidi menyebutkan, sejauh ini sudah 15 petani yang berangkat umrah setelah mendapatkan bantuan 30 kg bibit bubil.