TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Pemerintah Kota Semarang melakukan pertemuan dengan para wanita pekerja seks (WPS) yang berada Resosialisasi Argorejo atau Lokalisasi Sunan Kuning untuk mendiskusikan terkait penutupan yang rencananya akan dilakukan pada Agustus 2019 mendatang, Selasa (18/6/2019) di Balai RW 4 Kelurahan Kalibanteng Kulon, Semarang Barat.
Sejumlah wanita pekerja seks (WPS) pun menyayangkan rencana penutupan bisnis prostitusi yang telah berjalan puluhan tahun.
Seorang WPS asal Temanggung, Ayu (42) mengungkapkan, WPS tidak hanya yang berada di Sunan Kuning saja namun banyak orang bahkan pelajar di luar tempat lokalisasi ini marak menjajakan diri secara online.
Dia merasa berat hati jika Sunan Kuning harus ditutup.
Padahal, kesehatan para WPS di Sunan Kuning menurutnya lebih terjamin dibanding para WPS yang menjajakan di jalanan maupun secara online.
"Apa alasannya SK mau ditutup?
Kenapa SK terus yang diusik sedangkan diluar sana banyak pelacur-pelacur.
Disini sudah terjamin, kesehatan aman, ada screening dan VCT.
Apa di luar sana kegiatan itu? Tidak," serunya saat menghadiri rapat di Balai RW 4, Kelurahan Kalibanteng Kulon, Semarang Barat.
WPS yang telah bekerja 10 tahun di Lokalisasi Sunan Kuning mengatakan, penutupan lokalisasi ini hanya akan berdampak negatif bagi Kota Semarang.
Disamping banyak orang yang berkeliaran menjajakan secara online, kesehatan di Kota Semarang juga tidak terjamin
Menurutnya, sebagian besar yang bekerja di tempat tersebut adalah orang dari kalangan bawah yang harus menghidupi keluarganya.
Meski sudah diberi berbagai pelatihan, dia merasa belum mampu meninggalkan pekerjaan tersebut lantaran banyak kebutuhan yang harus dipenuhi.
Dana jaminan hidup yang rencananya akan diberikan kepada para WPS sebesar Rp 5 juta dari Kementrian Sosial (Kemensos), menurut Ayu, belum dapat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.