Namun hal tersebut dibantah oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya.
"Mengenai adanya kabar ada yang merekam, itu tidak ada," kata Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, Selasa (18/6/2019) seperti dilansir Tribun Jabar.
Ato Rinanto belum bisa memastikan motif apa yang melatarbelakangi tindakan ES dan LA ini.
Menurut Ato perkembangan informasi yang tidak bijak bisa menjadi pemicunya.
Kasus ES dan LA ini merupakan kasus pertama yang terjadi di wilayah Tasikmalaya.
"Kami baru menangani kasus seperti ini, pemicunya bisa saja apabila melihat perkembangan media sosial yang saat ini ada beberapa yang menyuguhkan tontonan seperti itu bisa menjadi pemicu. Di sini konteksnya memang sedikit berbeda," kata Ato Rinanto, Rabu (19/6/2019).
Motif pendidikan dari pelaku juga sebut Ato bisa sangat berpengaruh.
"Bisa saja keduanya berdasarkan informasi pendidikan terakhir sekolah dasar."
"Sementara dugaan perilaku intim menyimpang seperti itu perlu dikaji para ahli," ucap Ato.
Dalam kasus ini, khusus bagi para korban atau para bocah yang nonton bareng adegan ranjang sangat rentan untuk melakukan hal yang tidak diinginkan.
Baca: Menyerahkan Diri, Pasutri Ini Sengaja Buka Jendela untuk Mempertontonkan Adegan Ranjang ke Bocah
Baca: Pasutri di Tasikmalaya yang Live Adegan Ranjang Depan Anak SD Melarikan Diri, Ini Kata Psikolog
Diberitakan sebelumnya ES dan LA mempertontonkan adegan intim ke sejumlah bocah yang tinggal disekitarnya.
Keduanya mematok harga sekitar Rp 5.000 - Rp 10.000 untuk dapat menonton adegan tersebut.
Selain membayar dengan uang mereka juga bisa membayar menggunakan mi instan atau rokok.
Adegan tersebut dilakukan di kamar rumah ES dan LA, bocah-bocah menyaksikannya melalui jendela kamar yang dibiarkan terbuka.