TRIBUNNEWS.COM, LHOKSEUMAWE – Pemerintah Kota Lhokseumawe akhirnya membekukan salah satu pesantren di wilayahnya, menyusul laporan dugaan kasus pelecehan santri.
Keputusan ini diambil pemerintah setelah menggelar pertemuan bersama masyarakat di sekitar pesantren tersebut.
Di sisi lain, juga dibentuk tim investigasi yang salah satunya akan ikut membuka posko pengaduan dari masyarakat, terutama wali murid.
Kabag Humas Pemko Lhokseumawe, Muslim Yusuf mengakui ada dorongan dari masyarakat agar pesantren AN tak lagi berada di wilayah mereka.
Sebelumnya, kepolisian di Lhokseumawe mengamankan dua pria yang tak lain adalah pimpinan dan guru di pesantren AN.
Mereka diamankan dengan tuduhan melakukan pelecehan seksual terhadap santri laki-laki.
Korbannya dilaporkan merupakan santri dengan usia antara 13 hingga 14 tahun.
Untuk kasus ini polisi telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap lima korban.
Mereka umumnya mengaku sudah berulang kali dilecehkan dan sudah berlangsung sejak September 2018 lalu.
15 Korban
Sebelumnya seperti dikutip dari Kompas.com, sebbanyak 15 santri di Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh pimpinan pesantren berinisial AI (45) dan seorang guru berinisial MY (26).
Kapolres Lhokseumawe AKBP Ari Lasta, dalam konferensi pers di Lhokseumawe, Kamis (11/7/2019), mengatakan bahwa keduanya kini telah ditangkap.
Ia mengatakan kasus ini berawal dari laporan orang tua santri ke Mapolres Lhokseumawe pada 29 Juni 2019 dan 6 Juli 2019.
"Jadi ada dua laporan terhadap kasus pelecehan seksual itu," kata AKBP Ari.