Ia menganggap bahwa hal iu adalah wajar, karena mungkin ada yang emosi.
Luh Mawar berharap pemerintah dan masyarakat tidak hanya mencemooh para penari joged yang terkesan porno.
Sebab, menurutnya, sampai saat ini belum ada batasan yang bisa ia pahami tentang gerakan yang mana disebut porno dan mana tidak.
“Misalnya pas saya pentas atau sebelum saya pentas, ada juga tarian lawak yang juga pornoaksi gimana gitu. Pernah juga saya pentas nari joged, setelahnya ada sexy dancer yang pakaiannya jauh lebih seksi. Kenapa kami saja yang jadi kambing hitam, di mana keadilannya?” tanya Luh Mawar.
Penari joged yang berani tampil hot di panggung tak cuma Luh Mawar. Masih ada sekaa dan penari joged yang berani tampil agak vulgar dengan tampilan kamen seksi dan tampil hot di panggung.
Salah satunya yang sering mendapatkan job belakangan ini adalah Gek Koncreng (bukan nama sebenarnya).
Senada dengan apa yang disampaikan Luh Mawar, Gek Koncreng juga kebanjiran pesanan untuk menari joged hot di sejumlah acara di Bali.
Ia juga berlatar belakang sebagai penari joged bumbung. Sebagian besar pihak yang mengundangnya memang ingin agar dirinya menampilkan joged bumbung di luar pakem.
Biasanya, kata dia, pihak pengupah ingin memesan sejumlah penari joged yang siap tampil hot.
“Misalnya panitia pesen penari empat, terus ada satu saja yang tariannya tidak hot, mereka itu complain ke kami. Karena mereka sudah merasa bayar. Di situ kami bingungnya gitu,” ungkap Gek Koncreng.
Begitu pula dengan Mang Ewik (bukan nama sebenarnya).
Penari joged yang masih berusia remaja ini kerap mendapat tawaran menari yang hot.
Sebagai penari joged yang hanya mendapatkan uang ketika ada job pentas, Mang Ewik pun biasanya menyanggupi tawaran-taaran tersebut.
“Yang penting kami minta kepada panitia agar saat pentas tidak ada yang merekam, saya mau-mau saja,” kata Mang Ewik.
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Dilema Penari Joged antara Permintaan Pasar dan Etika, Luh Mawar: Kalau Gak Hot, Gak Laku