BNPB menjelaskan erupsi yang terjadi di Tangkuban Perahu bersifat freatik, berupa semburan lumpur dingin dari Kawah Ratu.
Sebelumnya, Tangkuban Perahu pernah mengalami erupsi pada 2013 dan hanya terjadi dalam kawah.
"Letusan Gunung Tangkuban Parahu bersifat freatik, yaitu berupa semburan lumpur dingin warna hitam dari Kawah Ratu. PVMBG melansir bahwa sebelumnya pada Oktober 2013 landaan erupsi terjadi hanya di dalam lubang kawah."
Tak hanya itu, pada 2017, 2018, dan 2019 pada Juni hingga Juli, terpantau gempa asap diduga karena berkurangnya air tanah akibat perubahan musim.
Kondisi tersebut menyebabkan air tanah yang ada mudah panas dan sifatnya erupsi pendek.
Melalui BNPB, PVMBG menginformasikan erupsi susulan bisa saja terjadi dengan potensi landaan masih di sekitar dasar kawah.
"Sehubungan dengan fenomena terkini, PVMBG menginformasikan erupsi susulan dapat saja terjadi dengan potensi landaan masih di sekitar dasar kawah. Namun tetap dasar utama yang menentukan adalah data yang terekam saat ini."
Baca: Teriakan Takbir Iringi Kepanikan Warga yang Selamatkan Diri Saat Gunung Tangkuban Perahu Erupsi!
Meski begitu, BPBD setempat mengimbau agar siapapun tidak memasuki radius dua kilometer dari kawah gunung.
"Untuk mengantisipasi risiko yang lebih buruk, BPBD setempat mengimbau siapa pun untuk TIDAK MEMASUKI radius 2 km dari kawah gunung, sedangkan lokasi pemukiman berjarak kurang lebih 7 km dari kawah."
Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMB, Nia Haerani pun mengimbau pada masyarakat dan wisatawan untuk menunda sementara waktu kunjungan ke Tangkuban Perahu sampai kondisi benar-benar aman.
"Kemudian kami imbau untuk saat ini pada masyarakat dan pengunjung yang berminat untuk mengunjungi Tangkuban Perahu agar ditunda dulu, sampai kondisi betul-betul aman dengan mengikuti perkembangan dari kami," jelasnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)