Menurut mantan guru olahraga mereka, korban termasuk siswa berprestasi dan rajin.
"Saat di sekolah korban rajin dan pandai. Korban bisa menabuh dan sering ikut festival," kata Parsa.
Sementara terkait jenazah kedua korban, masih belum jelas apakah akan dibawa ke Karangasem atau dikremasi di Jepang.
Tapi dari pihak keluarga berharap jenazah bisa dibawa pulang. Pihak keluarga berharap biaya pemulangan jenazah bisa dibantu oleh pemerintah.
Sempat Kirim Uang Untuk Beli Truk
Ayah I Wayan Ada, Wayan Parsa menceritakan sebelumnya ayah dan anak tersebut sempat berbincang via telepon.
Wayan Ada pun cerita ia dan rekannya sempat memasak babi guling di sana.
Saat itu suaranya juga tampak biasa, Wayan Ada bersenda gurau lewat telepon. Diceritakan juga bahwa Wayan Ada sempat membuat babi guling bersama rekannya.
"Dua hari sebelum kejadian saya sempat bermimpi ada dua ambulans datang ke rumah. Tapi itu sebatas mimpi, tidak ada pikiran apa-apa. Dua hari setelah mimpi mendapat informasi dari yayasan jika anak saya meninggal di Jepang," keluh I Wayan Parsa.
Selama ini Wayan Ada adalah tulang punggung keluarga.
Almarhum bercita-cita menjadi guru TK.
Wayan Ada berangkat ke Jepang untuk melakukan kerja magang selama 3 tahun sebagai buruh bangunan dengan penghasilan Rp 15 juta per bulan.
"Sering kirim uang ke keluarga. Terakhir kirim Rp 30 juta untuk beli truk," ungkap Parsa
"Wayan Ada ke Jepang untuk cari uang agar bisa menabung untuk kuliah. Korban ulet sering bantu keluarga. Kita merasa kehilangan sekali," lanjut Parsa saat ditemui di rumahnya sekitar Dusun Desa Pempatan.