TRIBUNNEWS.COM, MANOKWARI - Kondisi Kota Manokwari, Papua Barat, pasca kerusuhan beberapa hari lalu berangsur kondusif.
Pantauan Tribun Timur, Jumat (23/8/2019) pagi, sejumlah anggota Brimob dari Polda Maluku tampak turun membersihkan jalanan dari puing-puing bekas kerusuhan.
"Kami ada 200 anggota ke sini," kata salah seorang anggota Brimob Polda Maluku.
Tak hanya itu, anggota Brimob bersenjata juga terlihat bersiaga di objek-objek vital seperti bank, yang ada di pusat kota.
Sementara itu, aktivitas warga juga sudah normal.
Pertokoan, pasar, kantor, dan sekolah-sekolah sudah mulai terbuka.
Di Pasar Sanggeng, toko-toko mulai buka, dan warga mulai membuka lapak jualan mereka.
Tak Ada yang Harus Ditakutkan
Polisi memastikan bahwa situasi di Manokwari sudah kembali aman dan tertib. Hal itu dikatakan Kabid Humas Polda Papua Barat, AKBP Mathias Yosia Krey.
"Masyarakat tidak perlu khawatir dan takut untuk melakukan aktivitas, apabila memang ada rasa kekhawatiran atau rasa ragu, silakan menghubungi kita," tutur Mathias.
Baca: Mantan Bupati Garut Aceng Fikri Bersama Seorang Wanita Diboyong Satpol PP dari Salah Satu Hotel
Ia juga meminta warga untuk tidak memercayai berita-berita yang belum terkonfirmasi tentang "mungkin ada pengusiran, tidak ada itu".
Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, meminta warga agar tidak mudah terpancing.
Ia pun menyesalkan aksi anarkis yang dilakukan oknum-oknum massa pengunjuk rasa.
"Saya kira kalau demo-demo damai itu kan hal yang biasa, wajar. Tapi jangan merusak," ujarnya.
"Ini kita merusak kita punya kota sendiri. Yang tadinya sudah dibangun, sekarang kita merusak sendiri, kita butuh uang berapa banyak nanti kita bangun kembali," kata dia.
Sementara itu, ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Papua, Pendeta Lipiyus Biniluk, berharap tokoh-tokoh agama untuk terus menyebarkan pesan-pesan perdamaian di Papua.
"Jangan bosan-bosan untuk tetap bangun komunikasi damai, bermartabat, bertoleransi, hidup rukun, aman dan damai di mimbar-mimbar agama, di rumah-rumah ibadah," tuturnya kepada BBC News Indonesia melalui sambungan telepon, Rabu (21/8/2019).
Lipiyus mengimbau agar masyarakat, baik warga asli Papua maupun pendatang, dapat saling menjaga dan tidak membiarkan pihak lain memprovokasi mereka.
Baca: 8 Tempat Wisata di Kalimantan Timur untuk Liburan Akhir Pekan, Cobain Snorkeling di Pulau Maratua
"Semua umat, kulit hitam, putih, rambut keriting, lurus, semua memang ciptaan berasal dari Tuhan," ujarnya.
"Semua sama, tidak boleh ada rasisme dalam hal-hal seperti ini."
Bilapun ada kasus yang harus dihadapi, Lipiyus meminta aparat penegak hukum untuk dapat menanganinya dengan baik.
"Pihak TNI-Polri dalam menangani hal-hal seperti ini, humanis lah. Artinya, bangun komunikasi, kalau memang salah, diproses secara hukum," pungkasnya.
Sebelumnya, sejak Senin (19/8/2019), aksi unjuk rasa pecah di Manokwari dan Jayapura, hingga kemudian menyebar ke Sorong, Fakfak dan Timika.
Mereka menentang hal yang mereka sebut tindakan rasis dan diskriminasi yang diterima sejumlah mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.
Dalam peristiwa yang terjadi di Surabaya, oknum aparat dituding melontarkan kata-kata rasis terhadap para mahasiswa asal Papua di asrama mereka.
Selanjutnya, sebanyak 43 mahasiswa ditangkap aparat terkait tuduhan pengrusakan bendera Merah Putih.
Sementara itu, setidaknya 213 orang yang terdiri dari mahasiswa Papua dan kelompok solidaritas sempat ditangkap saat hendak berunjuk rasa damai dalam memperingati New York Agreement di sejumlah kota seperti Ternate, Ambon, Malang, Surabaya dan Jayapura, akhir pekan lalu.