"Ini proses, jadi sebenarnya adek-adek penghuni asrama tidak usah alergi atau kuatir dengan para pihak disitu, kalau ada yang menuding belum tentu benar, sebaiknya kooperatif, sama-sama selidiki buktikan siapa yang merusak, kan mestinya begitu," tandasnya.
Ketika kelompok massa atau warga berteriak dan menyalahkan penghuni asrama, Polisi hadir menjaga.
"Polisi kan penengah, ketika pada puncaknya, kan mereka harus dilindungi diselamatkan juga harus bersedia dimintai keterangan untuk klarifikasi, untuk kepentingan objek di lapangan, dan Polisi punya kewenangan untuk hal itu. Ada kewenangan Polisi tapi kalau tidak bisa dengan toleransi mengajak dengan baik-baik untuk kooperatif ada lngkah terpaksa," imbuhnya.
Seperti halnya yang terjadi di Malang, ketika melakukan aksi demo lalu memblokir jalan, jelas mengganggu pengguna jalan.
Lantas pengguna jalan protes dan terlibat cekcok dan berakhir bentrok, lalu Polisi datang, untuk mengamankan, itu tugas Polisi.
"Kalau Polisi tidak amankan mungkin banyak korban, apalagi jumlah pendemo dan warga tak seimbang," paparnya.
Jadi menurut Waterpauw, kalau ada kata-kata rasis itu ada prosesnya, tidak langsung mengutuk, menghina martabat atau harga diri. Harus dilihat secara seksama tentang latar belakangnya.
"Ada komunikasi yang tersumbat dan itu bukan terjadi 1-2 hari saja namun sudah berkepanjangan," ujar dia.
Jadi, kedepan, pemerintah daerah yang mengirim warganya study ke luar Papua harus memberikan pendampingan. Jangan dibiarkan tanpa arahan yang jelas.
"Agar mereka bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, serta bisa menjaga kebhinekaan," harapnya.