TRIBUNNEWS.COM, BANGKA - Kematian Urip Suparman warga Purworejo, Jawa Tengah di lokasi
tambang inkonvensional (TI), menambah daftar pekerja tambang timah tewas saat beraktivitas.
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Belitung merilis, mulai dari Mei sampai Juli 2019, sebanyak 19 orang tewas akibat kecelakaan tambang timah.
Para korban merenggang nyawa kebanyakan tertimbun tanah lubang TI atau camui karena buruknya sistem pertambangan yang dikelola rakyat dan umumnya ilegal.
Urip diketahui tewas setelah tertimbun tanah tambang di Hutan Air Rengas, Desa Bencah, Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, Sabtu (24/8/2019).
Baca: Aris Sedih Ayahnya Jadi Korban Terbakarnya KM Santika Nusantara Tepat di Hari Kelahiran Cucu Pertama
Kabag Ops Polres Bangka Selatan Kompol Rusnoto mengatakan peristiwa nahas tersebut
saat korban tengah bekerja di camui (lubang tambang timah) dengan kedalaman 4 meter.
Mendapat laporan tersebut, Kapolsek Airgegas Iptu Amri dan personel menuju lokasi kejadian.
"Pada saat korban sedang menyemprot tanah lubang camui tiba-tiba tanah dari atas yang berhadapan dengan korban roboh dan menimpa korban," ujar Rusnoto.
Melihat kejadian tersebut rekan kerja korban berusaha memberikan pertolongan, namun tak berhasil.
Baca: Mobil Dinas Bupati Tegal Umi Azizah Dilempari Bensin
Kemudian rekan korban meminta pertolongan masyarakat sekitar tambang.
"Selanjutnya berselang kurun waktu 50 menit korban berhasil diselamatkan namun korban dalam keadaan meninggal dunia. Kemudian korban dibawa ke Puskesmas Air Gegas untuk pemeriksaan oleh tim medis," kata dia.
Sebelumnya, pada Kamis (1/8/2019) lalu, Andi pekerja tambang timah rakyat di kaki Gunung Muntai, Desa Keposang, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan tewas tertimbun tanah lubang camui.
Jasad Andi baru ditemukan pekerja dan warga setempat satu jam kemudian dalam kondisi tertimbun tanah.
Jasad Andi dibawa rekan kerja dan warga ke kediamannya di Jalan Teladan, Kelurahan Teladan, Toboali, Bangka Selatan.
Dikutip dari kompas.com, Pjs Direktur Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Bangka
Belitung (Babel), Edo Rahman mengatakan, 19 orang tewas dalam kecelakaan di tambang timah
di Bangka Belitung selama tiga bulan terakhir.
Walau kecelakaan terjadi beruntun, dia menilai pemerintah tampak abai dalam menyikapi persoalan dan bahaya itu.
"Dalam tiga bulan terakhir, kami mencatat 19 nyawa melayang karena laka (kecelakaan) tambang," kata Edo kepada wartawan di Pangkalpinang, Jumat (2/8/2019).
Dia menjelaskan, selain korban jiwa, penambangan timah juga menimbulkan kerusakan lingkungan.
Hal itu terjadi karena tata kelola penambangan yang buruk sehingga kerusakan semakin masif.
Baca: 3 Hari Tak Pulang ke Rumah, Ayah Emosi Pergoki Anaknya Berhubungan Intim dengan Penjaga Kantin
Dia berharap ada moratorium penambangan karena di satu sisi upaya pengawasan dan penegakan hukum sangat lemah.
Aktivitas penambangan yang telah dilakukan selama ini tidak sebanding dengan capaian pemulihan lingkungan.
Berdasarkan catatan Walhi Bangka Belitung tahun 2018, ada 1.343 IUP pertambangan dan 298 IUP laut yang luasnya mencapai 595.381 hektar.
Sementara tingkat kerusakan lahan mencapai 1,053 juta hektar atau 62 persen dari luas daratan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, kerugian negara dari penambangan timah sebesar 68 triliun rupiah dari pajak, biaya reklamasi, royalti, pajak ekspor dan penerimaan non-pajak.
Walhi menyayangkan momentum pembahasan Raperda RWZP3K tidak dimanfaatkan untuk membenahi dan atau menganulir IUP yang bersinggungan dengan sektor lainnya, terutama nelayan dan pariwisata.
Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Buruh Tambang Timah Asal Jawa Tengah Tewas di Lubang Camui, 3 Bulan 20 Orang Merenggang Nyawa