TRIBUNNEWS.COM - Pengungkapan kasus dugaan ujaran rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya menemui babak baru.
Kodam V Brawijata memutuskan melakukan skorsing sementara terhadap lima anggotanya.
Lima anggota TNI yang mendapat skorsing sementara itu yakni Komandan Koramil Tambaksari Mayor Inf N H Irianto bersama empat personel Koramil lainnya.
Baca: Pemain Film Warkop DKI Reborn Berencana Mampir ke Papua dan Gelar Nonton Bareng
Kapendam V/Brawijaya, Letkol Imam Haryadi mengatakan keputusan untuk melakukan skorsing terhadap lima anggota TNI itu berdasarkan hasil penyelidikan atas video yang viral.
"Sebelumnya ada pendalaman dari pihak kita terkait viralnya video pendek yang saat ini viral di media massa. Dari hasil penelusuran kita, penyelidikan kita, ada beberapa personel yang nampak di video tersebut lima orang, kita adakan penyelidikan," kata Imam dalam wawancara di program Kompas Petang, Senin (26/8/2019).
Dari lima personel tersebut, lanjut Imam, disimpulkan ada dua orang yang terlihat emosional dan begitu reaktif saat ketegangan terjadi antara massa dan mahasiswa Papua.
Dua orang itu, lanjut Imam, dijadikan terduga.
"Hasil penyelidikan sudah kita ambil kesimpulan, terlihat ada dua orang yang terlihat tampak lebih emosional di lapangan dan begitu reaktif itu kita jadikan yang terduga."
"Terduga di sini, terduga apa yang mereka lakukan di lapangan akan merugikan disiplin TNI. Kemudian kita tingkatkan ke penyidikan. Penyidikan dilaksanakan oleh Pomdam V Brawijaya," ujar Imam.
Baca: Irjen Pol Paulus Waterpauw : Adik-adik Papua yang Study Diluar Papua Jangan Cengeng, Harus Adaptif
Imam melanjutkan, dua anggota TNI yang menjadi terduga itu dilakukan penyidikan lebih lanjut karena dianggap terpancing emosi dan menampilkan sikap yang tidak seharusnya dilakukan oleh aparat keamanan.
Jika terbukti melakukan pelanggaran, dua personel TNI itu dipastikan akan mendapatkan saksi.
Namun, Imam tidak sepakat jika apa yang dilakukan oleh anggotanya itu sebagai ucapan rasis.
Terlebih, dalam video tidak jelas siapa yang melontarkan ucapan bernada makian itu.
"Jelas, reward and punishment di TNI jelas dan tak bisa ditawar lagi, bila terbukti jelas itu nanti ada sanksinya."
"Tapi di sini perlu saya jelaskan lagi, dalam video pendek tadi tidak jelas siapa yang menyampaikan."
"Kami tidak sependapat dengan rasisme, saya pikir ini makian atau umpatan. Karena situasi pada saat itu sangat crowded sekali ya, saling terpancing emosi. Tidak ada sebenarnya niatan semacam kata-kata rasial, tidak ada."
"Tapi itu pun sudah kita salahkan seandainya itu berasal dari anggota kita. Namun terkait hal ini kita percayakan sepenuhnya penyidikan kepada kepolisian Polda Jatim dan kita siap mendukungnya penyelesaiannya," beber dia.
Soal berapa lama skorsing dilakukan, Imam menyatakan skorsing dilakukan sampai sesuai keperluan dalam penyidikan.
"Skorsing itu sifatnya sementara demi kepentingan penyidikan. Artinya kalau penyidikan membutuhkan waktu lama lagi nanti skorsing akan ditambah lagi," ujar dia.
Kominfo Belum Cabut Perlambatan Internet di Papua, Ini Alasannya
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan saat ini di dunia maya masih banyak beredar berita bohong atau hoaks.
Karena itu, pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat saat ini masih dilanjutkan, meski kondisi di lapangan terbilang kondusif.
"Kalau dari sisi dunia nyata memang tidak ada demo lagi. Tapi di dunia maya ada 230 ribu URL yang memviralkan hoax," ujar Rudiantara di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Baca: BMKG Rilis Peringatan Dini Gelombang Tinggi, Terdapat Sirkulasi Eddy di Papua Barat
Menurutnya, berita bohong tersebut banyak beredar di jaringan media sosial seperti Twitter.
Bahkan kontennya ada yang menjurus penghasutan dan mengadu domba antar sesama.
"Saya meminta maaf kepada teman-teman yang terdampak ini. Tapi sekali lagi, ini bukan hanya saya dan ini kepentingan bangsa," ujarnya.
Ia pun tidak bisa memastikan pemblokiran internet di tanah Bumi Cenderawasih berlangsung sampai kapan, karena melihat kondisi dunia maya masih belum terkendali.
"Saya berharap secepatnya," ucapnya.
Sebelumnya, Kemenkominfo melakukan pemblokiran data internet di Papua dan Papua Barat, sejak Rabu (21/8/2019).
Hal ini dilakukan untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut.
Pemblokiran dilakukan setelah Kominfo berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait.
"Kementerian Komunikasi dan Informatika RI memutuskan untuk melakukan pemblokiran sementara layanan Data Telekomunikasi, mulai Rabu (21/8) hingga suasana Tanah Papua kembali kondusif dan normal," demikian siaran pers Kemenkominfo.
Baca: Saling Jaga Toleransi untuk Antisipasi Insiden Penyerbuan Asrama Papua
Kemenkominfo juga sempat melambatkan akses internet di beberapa wilayah Papua, Senin (19/8).
Saat itu perlambatan akses dilakukan untuk mencegah penyebaran hoaks yang menjadi pemicu aksi massa saat terjadi tindak anarkis di Manokwari, Jayapura, dan beberapa tempat lain.
(Tribunnews.com/Daryono/Seno Tri Sulistiyono)