Di sisi lain, dari informasi yang didapatnya dari MDP, ada ancaman dari para siswa senior bahwa anaknya akan dihajar lagi di luar sekolah jika sampai berani mengadukan aksi kekerasan tersebut kepada orangtuanya.
Apalagi, kejadian itu bukan pertamakalinya karena beberapa minggu sebelumnya anakny ajuga mengalami hal serupa.
Hal inilah yang kemudian mendorongnya untuk menempuh jalur hukum karena menurutnya siswa senior tidak berhak memberi hukuman pada juniornya, termasuk tindakan fisik.
Ia berharap tidak ada lagi kejadian serupa di institusi pendidikan sekalipun sekolah itu menerapkan pendidikan berdisiplin tinggi.
"Saya akui anak saya bersalah. Tapi saya tidak semata membelanya mengingat sebelumnya sudah ada perlakuan yang sama. Penting bagi saya untuk memastikan keselamatan anak saya.Semestinya tidak terjadi yang begitu (kekerasan fisik). Kalau ini dibiarkan terus nanti bisa jadi dendam turun temurun bagi siswa di manapun mereka berada. Bahkan, ketika sudah kerja," katanya lagi.
Dalam laporannya, kedua orangtua MDP melaporkan lima siswa kelas X dan XI yang diduga menjadi pelaku kekerasan tersebut.
Baca: Ceritakan Awal Kariernya, Melaney Ricardo Ungkap Dirinya Seorang Lulusan Sarjana Hukum
Pengacara MDP, R Ariyawan Arditama dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Wates menyayangkan adanya kejadian tersebut.
"Dari sisi hukum, kami serahkan pengembangan penyelidikan pada polisi selain juga kami akan menindaklanjutinya ke dinas pendidikan terkait. Jogja adalah kota pendidikan. Jangan sampai terciderai peristiwa seperti ini dan tidak boleh terlang di SMK lain,"kata Ariyawan.
Dikonfirmasi terpisah, pihak sekolah mengakui bahwa sekolah kecolongan atas peristiwa tersebut karena terjadi di luar pengawasan guru.
Ia membantah anggapan bahwa sekolah membiarkan ataupun membolehkan tindak kekerasan fisik kepada para siswanya oleh para guru maupun kalangan siswa itu sendiri.
Ia justru menyebut saat itu ada kemungkinan siswa senior lepas kontrol saat memberikan hukuman disiplin pada MDP yang kedapatan melanggar aturan.
"Kami tidak pernah memberikan kewenangan ataupun legalitas kepada siapapun untuk memberi hukuman fisik, baik guru maupun Batalion. Ngga pernah sama sekali, ngga ada. Kalau sanksi, paling hanya jalan jongkok jika ada yang terlambat. Saat itu mungkin (siswa senior) lepas kontrol karena (MDP) sudah diingatkan tapi tidak ada respon positif," kata Kepala Sekolah.
Pihaknya juga membantah kabar pengeroyokan terhadap MDP oleh pada siswa senior meski tak dijabarkannya secara jelas.
Hal sebenarnya yang terjadi saat itu menurutnya beberapa siswa senior masuk ke kelas MDP, memperingatkan, lalu terjadi aksi dorong dan penamparan dan disebutnya lepas kendali.
Ada delapan orang siswa senior dari Batalion yang terlibat aksi tersebut. Terhadap para pelaku, sekolah menurut Fauzi sudah memberikan sanksi. (Tribun Jogja/ing)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Kasus Dugaan Kekerasan Menimpa Seorang Siswa di Kulon Progo