TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Angkasa Pura II (Persero) tengah mewujudkan sinergitas antara dua bandara di Jawa Barat yakni Bandara Husein Sastranegara di Bandung dan Bandara Kertajati di Majalengka.
Sebagai operator di Bandara Husein Sastranegara dan juga Bandara Kertajati, Angkasa Pura II membagi peran kedua bandara tersebut sehingga sektor penerbangan dan transportasi udara dapat lebih maksimal dan optimal dalam mendukung pertumbuhan perekonomian serta pariwisata di Jawa Barat.
Terkait dengan hal itu Angkasa Pura II baru saja memutuskan Bandara Husein Sastranegara akan dijadikan bandara hub bagi penerbangan pesawat baling-baling (propeller) untuk rute-rute dalam dan keluar Jawa.
Presiden Direktur Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin mengatakan pembicaraan dengan sejumlah maskapai telah dilakukan untuk mendorong agar operasional propeller seperti ATR 72 dan sejenis bisa dipusatkan di Bandung.
“Infrastruktur dan lokasi Bandara Husein Sastranegara sangat tepat untuk menjadi hub pesawat propeller. Saat ini sudah ada 68 penerbangan propeller setiap hari untuk take off dan landing. Kami targetkan segera bertambah lagi, baik itu pembukaan rute baru atau penambahan frekwensi di rute eksisting. Estimasinya bisa menjadi 100 penerbangan sampai akhir tahun ini,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, Rabu (30/10/2019).
Adapun maskapai yang saat ini mengoperasikan propeller di Bandung adalah Wings Air, Garuda Indonesia, NAM Air dan Citilink, dengan berbagai rute tujuan antara lain Surabaya, Bengkulu, Yogyakarta, Tanjung Karang, Halim Perdanakusuma, Solo, Pangkal Pinang, dan lain sebagainya.
Sejumlah rencana pengembangan di Bandara Husein Sastranegara juga akan disesuaikan menyusul keputusan menjadikan bandara itu sebagai hub propeller, di antaranya terkait dengan bengkel pesawat atau MRO (maintenance, repair, overhaul).
“Angkasa Pura II sudah berbicara dengan PT Dirgantara Indonesia terkait dengan MRO di Bandara Husein Sastranegara,” ungkap Muhammad Awaluddin.
Lebih lanjut, Muhammad Awaluddin mengatakan bahwa Bandara Husein Sastranegara yang menjadi hub propeller ini akan mendukung penuh operasional Bandara Kertajati di Majalengka.
Angkasa Pura II sendiri menyiapkan Bandara Kertajati untuk melayani penerbangan pesawat jet baik itu berbadan sedang (narrow body) atau berbadan lebar (wide body).
“Bandara Kertajati itu adalah masa depan dari Jawa Barat. Runway di bandara itu berukuran 3.000 x 60 m sudah bisa untuk melayani penerbangan wide body bukan saja Airbus A330 atau Boeing 777, tapi juga hingga sekelas Airbus A380,“ katanya.
Ke depannya, runway Kertajati bahkan bisa diperpanjang hingga 3.500 meter dan masih ada lahan untuk membangun runway kedua.
“Sementara, di Husein Sastranegara ukuran runway 2.220 x 45 m yang maksimal hanya bisa narrow body karena sudah tidak mungkin lagi melakukan pengembangan runway di sana. Belum lagi luasan gedung terminal yang hanya mampu menampung maksimal 4 juta pergerakan penumpang per tahun. Area lahan untuk perluasan bangunan juga terbatas. Jadi, memang ada keterbatasan untuk pengembangan bandara,” jelas Muhammad Awaluddin.
Saat ini memang masih terdapat kendala yang dihadapi Kertajati yakni perihal aksesibiitas.
“Tapi, ketika jalan tol Cisumdawu selesai, masyarakat dari kawasan Bandung Raya, Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan akan lebih mudah dan nyaman berangkat dari Bandara Kertajati. Juga bila jalan tol elevated Jakarta-Cikampek sudah beroperasi maka calon penumpang pesawat dari Bekasi, Cikarang, Karawang, diperkirakan lebih memilih berangkat dari Bandara Kertajati dibandingkan misalnya dari Bandara Halim Perdanakusuma atau Bandara Soekarno-Hatta” ujar Muhammad Awaluddin.
Muhammad Awaluddin mengatakan ini konsep yang dibangun Angkasa Pura II dalam mengelola Kertajati, Husein Sastranegara, Halim Perdanakusuma dan Soekarno-Hatta sebagai bandara bandara yang terintegrasi dalam konteks operasi kebandarudaraan.
Operasional keempat bandara tersebut, jelas Muhammad Awaluddin, difokuskan pada konsep integrated multi-airport system.
“Konsep integrated multi-airport system ini membuat keempat bandara saling mendukung, di mana traffic penumpang dan penerbangan terdistribusi dengan baik di antara empat bandara tersebut.”
Pada akhirnya, konsep integrated multi-airport system ini juga mendukung pengembangan area megapolitan di Jawa Barat hingga Jabodetabek.