Pengakuan Ayam Kampus dan Ayam Abu-Abu Tentang Ide Awal 'Berjualan'
Prostitusi berkembang mengikuti laju zaman, tidak terpaku dalam lokasi tertentu.
Agaknya, kemajuan teknologi sanggup 'menolong' para pebisnis di jalur esek-esek ini.
Modus jual beli dalam aktivitas prostitusi pun makin banyak dan beragam jenisnya, begitu juga dengan 'objek dagangannya'.
Misalnya, praktik prostitusi yang melibatkan sejumlah mahasiswi atau yang biasa disebut ayam kampus.
Fenomena 'ayam kampus' atau prostitusi yang melibatkan kalangan mahasiswi rupanya juga masih eksis di Semarang.
Baca: Pelajar di Tasikmalaya Terlibat Prostitusi Online, Gaet Pelanggan Pejabat dan Politikus
Meski sulit untuk menemui para pelaku bisnis esek-esek ini, pengakuan dari beberapa orang yang berhasil ditemui Tribun Jateng cukup mengejutkan.
Menjadi 'ayam kampus' tentu bukan bagian dari cita-cita Kenanga, mahasiswi universitas swasta di Kota Semarang.
Ia pun segan dan malu jika lingkungan di kampus, atau bahkan keluarga mengetahui dunia hitam yang digelutinya sejak setahun terakhir.
Tak ingin identitas aslinya tersebar, Kenanga menggunakan nama samaran.
"Akun di medsos, semunya pakai nama samaran, saya juga selektif saat menerima permintaan pertemanan," ucapnya, kepada Tribun Jateng, yang berhasil mewawancarainya baru-baru ini.
Selain itu, Kenanga memilah-milah mana medsos, nomor telepon, dan aplikasi pesan untuk berkomunikasi dengan teman-teman kampus, keluarga, serta untuk 'bekerja'.
Menurut dia, hal itu mutlak diperlukan, guna menjaga privasi dari gangguan orang-orang yang tak diinginkan.
Baca: Polisi Bongkar Jaringan Prostitusi Kelas Atas, Libatkan Artis dan 100 Wanita, Tarifnya Rp 100 Juta
"Nomor untuk kerja kan sewaktu-waktu bisa ganti. Beda dengan kontak untuk teman-teman, terlebih keluarga," tuturnya.