TRIBUNNEWS.COM - Setelah kejadian ledakan bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, polisi mengamankan DA, istri dari pelaku, Rabu (13/11/2019).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri, Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo, mengatakan, Detasemen Khusus (Densus) 88 telah mengamankan seorang perempuan dari hasil pemeriksaan saksi dan temuan dari TKP bom bunuh diri.
"Dari hasil pemeriksaan beberapa saksi, kemudian dari hasil analisa dari beberapa temuan dari TKP, densus 88 sudah mengamankan seorang perempuan atas nama DA," ungkapnya, Kamis (14/11/2019), di siaran KompasTV.
Ia mengatakan, perempuan berinisal DA tersebut merupakan istri pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan.
"DA ini setelah dilakukan pemeriksaan oleh densus 88, ternyata DA ini statusnya istri daripada RMN, yaitu pelaku," jelasnya.
Sebelumny, diungkapkan polisi RMN berstatus sebagai mahasiswa.
Namun dari hasil pemeriksaan di lapangan, diketahui status dari pelaku sudah menikah.
"Meskipun dalam manifes atau data kepribadian dari MNS atau dari hasil pengecekan sampai data dari dukcapil, yang bersangkutan statusnya belum menikah, atau statusnya mahasiswa atau pelajar, tapi dari temuan polisi di lapangan, statusnya sudah beristri," jelas Dedi.
Ia menambahkan, DA sudah terpapar radikalisme terlebih dulu sebelum suaminya, RMN.
"Dari hasil pemeriksaan, istri RMN tersebut ternyata sudah terpapar (radikalisme) terlebih dahulu," lanjutnya.
Dengan ditangkapnya istri pelaku bom bunuh diri di Medan ini, menurut mantan pimpinan Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas, mengatakan, peran perempuan dalam jaringan radikal dan teroris tidak bisa lagi dianggap sebelah mata.
Menurut Nasir Abbas, dari penangkapan istri pelaku bom bunuh diri ini, terlihat wanita mempunyai peran dan sudah terlihat mulai berani.
"Seperti menunjukkan bahwa wanita yang berperan, wanita yang berperan dan memengaruhi, dan wanita yang kita lihat sudah mulai menjadi berani," ujarnya.
Ia juga mengatakan, tidak menutup kemungkinan wanita yang terlibat dalam tindakan terorisme ini ingin melibatkan diri.
"Jangan-jangan wanita yang mau melibatkan diri, dia dilibatkan, namun dia mau melibatkan diri," tambahnya.
Nasir kemudian menyangkutkan keterlibatan perempuan dalam kasus tersebut dengan kejadian ledakan bom bunuh diri di Surabaya pada Mei 2019 lalu.
Perempuan yang terlibat tersebut dinilai telah memiliki dorongan yang keliru karena melibatkan orang lain.
"Kita sudah lihat yang di Surabaya, sampai dia tega membawa anaknya berlari bersama, itu ibu macam apa itu, sehingga tega untuk membunuh anaknya, itu karena dorongan yang keliru," ungkapnya.
Nasir mengatakan, saat ini ibu-ibu sudah banyak yang terkena paparan paham radikalisme dan terorisme.
"Sekarang sudah terkena, sudah terpapar pada ibu-ibu, kita nggak tahu sudah berapa banyak ibu-ibu yang terkena ini," katanya.
Ia juga berharap untuk memberi perncerahan pada perempuan, khususnya istri dari mantan narapidana atau narapidana pelaku terorisme.
Diharapkan setelah diberi pencerahan bahwa paham radikalisme itu salah, mereka yang belum terpapar paham ini bisa dicegah.
"Oleh karena itu, sekarang bukan hanya pada mantan napi, bukan hanya pada narapidana yang diberi pencerahan, tapi juga pada ibu-ibu, istri-istri yang berpotensi mengembangkan paham tersebut," lanjutnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti)