TRIBUNNEWS.COM, FLORES TIMUR - Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) membantah adanya penyanderaan yang dilakukan warga Kampung Suku Tukan, Desa Pululera, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, terhadap seorang anggota Polsek Wulangitang, Bripka Damianus Hera dan istrinya.
Bantahan itu disampaikan Kabid Humas Polda NTT AKBP Johannes Bangun, kepada Kompas.com, Kamis (21/11/2019).
Baca: Kasus Konflik Tanah di Flores Timur, Polisi dan Istrinya Disandera, Rumah Dibakar, 7 Orang Ditangkap
Bripka Damianus Hera dan istrinya dikabarkan disandera warga pada Selasa (19/11/2019) lalu.
"Tidak ada penyanderaan polisi dan istri dan juga tidak ada tukar menukar sandera," kata Johannes.
Menurut Johannes, Bripka Damianus Hera juga merupakan warga Desa Pululera, Kecamatan Wulanggitang.
Johannes menjelaskan, awalnya terjadi aksi unjuk rasa yang dilakukan warga.
Saat itu, Bripka Damianus menghantar istrinya kerja. Saat melintas di depan pengunjuk rasa, Bripka Damianus lalu menghampiri mereka yang mayoritas sudah kenal karena Damianus bertugas sebagai anggota polsek.
Setelah itu, Damianus kemudian mengantar istrinya dan kembali lagi berbaur dengan masyarakat.
"Jadi tidak benar berita yang beredar kalau Bripka Damianus dan istrinya disandera warga," tegas Johannes.
Kronologi kejadian Diberitakan sebelumnya, puluhan warga Kampung Suku Tukan, Desa Pululera, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, NTT, menyandera seorang anggota Polsek Wulangitang, Bripka Damianus Hera dan istrinya, Selasa (19/11/2019).
Aksi sandera yang dilakukan warga itu terjadi saat Bripka Damianus Hera hendak mengantar istrinya mengajar di SD Wolorona.
Aksi penyanderaan itu dipicu karena adanya penangkapan salah seorang warga Suku Tukan, Josep Masan, oleh polisi.
Josep Masan ditangkap karena telah menganiaya anggota polisi di Polsek Wulangitang.
Informasi yang dihimpun Kompas.com, sebelum melakukan penyanderaan, warga Kampung Suku Tukan menggelar aksi dengan membawa parang, tombak, serta anak panah.
Mereka merusak rumah rohaniwan atau rumah dioses milik PT Rerolara Hokeng.
Rumah itu dihuni Romo Nikolaus Lawe Saban, selaku direktur PT Rerolara Hokeng.
Aksi itu terjadi karena pematokan pilar lokasi tanah hak guna usaha (HGU) PT Rerolara Hokeng di Kecamatan Wulanggitang.
Warga Suku Tukan meminta agar pematokan dan segala aktivitas di tanah HGU di PT Rerolara Hokeng dihentikan.
Warga Suku Tukan juga meminta polisi membebaskan Josep Masan yang ditahan di Mapolsek Wulanggitang, terkait kasus penodongan dan penyerangan anggota Intelkam Polres Flotim saat melakukan penyelidikan di rumah dioses PT Rerolara Hokeng.
Pada Selasa, sekitar pukul 08.00 Wita, Kapolsek Wulanggitang Iptu Muhamad Pua Djiwa bersama dua anggota Polsek Wulanggitang menukar Josep Masan dengan anggota Polsek Wulanggitang dan istri yang disandera.
Setelah pertukaran terjadi, dua sandera, yakni Bripka Damianus Hera dan istri, menjalani perawatan intensif di Puskesmas Wulanggitang akibat trauma.
Anggota BKO Polres Flotim sebanyak 34 orang dipimpin Kabag Ops Polres Flotim AKP Abdurahman Aba Mean, anggota Brimob Maumere, dan Kodim 1624 Larantuka bertindak cepat mengamankan situasi.
Melihat penambahan jumlah aparat, warga Suku Tukan saat ini sudah membubarkan diri dan situasi pun kembali kondusif.
Atas insiden itu, polisi pun akhirnya menangkap tujuh orang pelaku perusakan.
Tujuh orang terduga pelaku perusakan diamankan sekitar pukul 17.00 Wita.
Kabid Humas Polda NTT AKBP Johanes Bangun menerangkan, ketujuh terduga pelaku adalah para pemuda.
Baca: Kopilot Wings Air Diduga Gantung Diri, Tanggapan Lion Air, Pihak Keluarga Enggan Beri Keterangan
Mereka yaitu PPK (19), HL (20), LST (19), ABT (18), YDST (25), SN (34), dan HHS (21).
"PPK adalah seorang mahasiswa dan ABT berstatus pelajar. Lima lainnya itu petani dan tidak memiliki pekerjaan," kata Johanes kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Rabu (20/11/2019).
Penulis: Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Polda NTT Bantah Anggotanya Disandera Suku Tukan di Flores